PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL
Makalah ini Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu :
M. Munir, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Anis Ita’ul Mufida
Iva Miftahul Jannah
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM DARUSSALAM
KREMPYANG TANJUNGANOM
NGANJUK
JAWA TIMUR
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendidikan dan Stratifikasi Sosial”.
Dengan terselesaikannya makalah ini, kami juga mengucapkan terima
kasih kepada:
1.
Bapak Munir selaku dosen pembimbing “Sosiologi
Pendidikan”
2.
Orang
tua yang selalu mendukung study kami
3.
Teman-teman
yang selalu membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini
kami buat dengan segenap kemampuan kami. Namun, kami juga menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari anda demi kesempurnaan makalah ini.
Alhamdulillahirobbil’alamiin
Krempyang, 15 Februari 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang......................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................... 1
C.
Tujuan
Masalah........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Hubungan Antara Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial....................... 2
B. Berkembangnya Struktur Hierarki dalam Masyarakat............................ 4
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................................... 8
B. Saran......................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis) dimana anggota
masyarakat berada di dalamnya. Ahli
sosial berpendapat bahwa dalam semua masyarkat memiliki ketidaksamaan di
berbagai bidang. Misalnya, di bidang ekonomi, sebagian anggta masyarakat
memiliki kekayaan yang berlimpah dan kesejahteraan hidup yang terjamin,
seedangkan sebagian lainnya dalam keadaan miskin dan tidak sejahtera.
Peristiwa yang sedemikian itu akan memengaruhi pendidikan seorang
anak dari masing-masing kelas sosial. Dalam makalah ini, penulis akan
menguraikan masalah mengenai stratifikasi sosial hingga terjadinya moblitas
sosial.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Hubungan Antara Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial?
2.
Bagaimana Berkembangnya Strukur Hierarki dalam Masyarakat?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui Hubungan Antara Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial.
2.
Mengatahui Berkembangnya Strukur Hierarki dalam Masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan antara Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis) dimana anggota masyarakat berada
di dalamnya.[1]
Dalam kutipan buku Soerjono Soekanto dijelaskan bahwa stratifikasi sosial
adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan atau pengelompokkan
suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat.[2]
Pada zaman kuno dahulu, filsuf Aristoteles (Yunani) di dalam Negara
terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, melarat, dan di
tengah-tengahnya. Ucapan demikian paling tidak membuktikan bahwa di zaman itu,
dan sebelumnya, orang telah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai
lapisan yang bertingkat-tingkat dari bawah ke atas.[3]
Lapisan sosial atau strata sosial rendah meliputi keluarga
yang ekonominya rendah meliputi keluarga ekonomi lemah, yang berciri-ciri
berpendidikan formal rendah, jangkauan hari esok terbatas, tahan penderitaan,
dll. Strata sosial menengah bercirikan: penghasilan melebihi kebutuhan
hidup, bisa menabung, terpelajar, pendidikan sebagai alat kemajuan,
menggandrungi masa depan lebih baik, dll. Sedangkan strata sosial tinggi
yakni keluarga lapisan atas, dengan ciri-ciri: kehidupan sangat baik, kaya
raya, berwibawa, tidak khawatir kebutuhan ekonomi di kemudian hari, dll.
Diantara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang
jumlahnya relatif banyak. Biasanya lapisan atasan tidak hanya memiliki satu
macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Akan tetapi, kedudukannya
yang tinggi itu bersifat kumulatif. Artinya mereka yang mempunyai uang banyak
akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan.
Ukuran atau kriteria yang bisa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota
masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut.
1.
Ukuran kekayaan
2.
Ukuran kekuasaan
3.
Ukuran kehormatan
4.
Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran tersebut tidaklah bersifat limitatif karena masih ada
ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Akan tetapi, ukuran-ukuran diatas amat
menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat tertentu.[4]
Stratifikasi sosial merupakan gejala sosial yang tiak dapat
dihindari dan terdapat di setiap masyarakat mana pun di dunia ini. Pandangan
dan keperluan mengenai pendidikan, dororngan, cita-cita dan hal yang lain
bertalian dengan pendidikan, diwarnai stratifikasi sosial. Masyarakat yang
menganut sistem terbuka memiliki kesempatan luas untuk berusaha naik ke tangga
sosial yang lebih tinggi. Konsekuensinya terbuka pula untuk turun atau jatuh
dalam tangga sosial. Gejala naik dan turunnya tangga pelapisan sosial ini tidak
terdapat dalam masyarakat yang menganut sistem pelapisan sosial tertutup.[5]
Mengenai hubungan antara pendidikan dengan status sosial dan pelapisan
sosial telah banyak penelitian dilakukan di berbagai masyarakat dan bangsa.
Pertama-tama dikemukakan bahwa sikap dan perhatian akan pendidikan ada
kaitan dengan pelapisan dan status sosial. Orang-orang dari lapisan bawah
kurang perhatian akan pendidikan. Disamping tidak mampu membiayai, mereka tidak
melihat akan pentingnya pendidikan. Orang-orang dari lapisan dan status sosial
tertinggi juga kurang menaruh perhatian akan pendidikan karena mereka merasa
telah berkecukupan secara ekonomis, telah memiliki kepuasan hidup yang tinggi
serta tidak perlu khawatir dengan masa depan kehidupannya. Jadi mereka tidak
melihat peran pendidikan dalam perbaikan status sosialnya. Sebaliknya
orang-orang lapisan menengah. Mereka berpendapat bahwa pendidikan itu bisa menolong
kehidupan mereka, mengangkat derajat, dan merupakan sarana mobilitas
sosial. Kedua, pendidikan lebih
menguntungkan kelas menegah ke atas daripada kelas sosial rendah. Kemampuan
ekonomi kelas menengah dan kelas atas cukup kuat untuk mendukung kepentingan
pendidikan bagi anak-anaknya. Ketiga, keberhasilan pendidikan di sekolah
tidak semata-mata disebabkan oleh kemampuan peserta didik dalam belajar,
melainkan lebih sering tergantung kepada dukungan finansial dari orang tua.[6]
B.
Berkembangnya Struktur Hierarki dalam Masyarakat
Apabila kita berbicara tentang stratifikasi atau pelapisan sosial,
pada dasarnya kita berbicara tentang penguasaan sumber sosial., yaitu segala
sesuatru yang oleh masyarakat dipandang berharga tetapi terbatas dalam jumlah,
sehingga untuk memperolehnya diperlukan usaha-usaha tertentu, seperti harus bersaing atau berebut dengan orang
lain. Dalam setiap masyarakat selalu ada orang-orang yang menguasai sumber
sosial atau mudah memperlehnya, atau sebaliknya, yaitu yang sukar memperolehnya
sehingga tidak memiliki atau hampir tidak memilikinya. Dengan perkataan lain,
gambaran tentang pelapisan sosial adalah gambaran tentang ketidakpemerataan
sosial (social inequality).[7]
Dilihat dari sumber terjadinya stratifikasi sosial, sejumlah ahli
sosiologi mengatakan: (1) Max Weber: ada tiga factor yang sosial yang
ketidakmerataan pemilikinya menyebabkan terjadi pelapisan sosial yaitu:
kemakmuran (wealth), prestise atau status (prestige), dan
kekuasaan (power);[8]
(2) P.A. Sorikin: stratifikasi sosial bersumber dari distribusi dan pembagian
yang tidak sama dalam hak, pembagian tugas, kewajiban atau tanggung jawab, nilai-nilai
sosial, kekuatan sosial, dan pengaruh, diantara anggota masyarakat; (3) Selo
Soemarjan: sumber stratifikasi sosial adalah sesuatu yang dihargai tinggi atau
rendah oleh masyarakat, dalam hal uang, benda-benda ekonomis, ilmu, dsb; (4)
Robbin William jr: sistem stratifikasi sosial berpangkal pada sistem
penjenjangan dalam masyarakat.[9]
Dalam mempelajari struktur sosial, para ahli sosiologi memilih
untuk menjelaskan satu atau dimensi lainnya dengan melakukan studi stratifikasi
sosial (social stratification). W. Lloyd Warner, Meeker, dan Eells
(1960) meneliti tentang dinamika komunitas organisasi, yakni mereka memfokuskan
pada prestise dan bentuk-bentuk interaksi sosial yang mengatur kehidupan sosial
pada suatu komunitas. Prosedur lazim adalah ilmuwan sosial untuk bergerak ke
dalam suatu komunitas dan hidup di sana pada suatu waktu, berbicara dengan
orang lain dan mengamati kehidupan sosial. Peneliti memperoleh
kelompok-kelompok sosial dan bertanya tentang struktur sosial dari suatu
komunitas. Ilmuwan sosial mempelajari tentang siapa berhubungan dengan siapa,
siapa yang dipertimbangkan sebagai posisi teratas, siapa yang di bawah, dan mengapa.
Secara perlahan peneliti menunjukkan suatu gambaran dari suatu komunitas
sebagaimana dipandang atau dipersepsikan oleh anggotanya. Sungguh jarang
seorang warga melihat seluruh struktur secara jelas, tetapi ilmuwan sosial
mengombinasikan pandangan-pandangan dari bnayak orang ke dalam suatu gambaran
komposisi tunggal yang mempresentasikan consensus. Gambaran ini menunujukkan
kelompok-kelompok yang mengatur dalam suatu jaringan, sebagaimana halnya pada
suatu gejala sosial, dari yang tertinggi ke yang terendah dalam bentuk-bentuk
dari status yang di setujui mereka oleh warga mereka. Setelah garis-garis umum
dari struktur sosial telah diperoleh dan posisi-posisi dari orang tertentu
telah disetujui sangat mungkin untuk menempatkan orang lain dalam hubungannya
dengan orang asli (original people). Akhirnya mayoritas, dari populasi
dapat di lokasikan pada pemetaan sosial dalam cara ini.[10]
Pembicaraan tentang pelapisan sosial diakhiri dengan mobilitas
sosial. Mobiltas sosial berarti perubahan atau peralihan dari status sosial
yang satu ke status sosial lain. Ada dua macam mobilitas sosial, yaitu
mobilitas sosial horizontal dan vertical. Pada mobilitas horizontal, perubahan
terjadi dari suatu status sosial tertentu ke status sosial lain yang terdapat
pada lapisan sosial yang sama sehingga tidak mengubah derajat orang yang
bersangkutan. Mobilitas vertical merupakan perubahan berbentuk kenaiakan atau
penurunan derjat orang yang bersangkutan melewati batas lapisan sosial.
Kesempatan mobilitas naik diberikan kepada orang yang memiliki
keunggulan kualitatif secara komparatif, baik di bidang wawasan, pengetahuan,
ketrampilan, disiplin, dll. Kesempatan seperti ini terdapat secara luas pada
masyarakat modern yang memiliki lapisan sosial terbuka. Oleh karena sistem
pelapisan sosial merupakan piramida, maka persaingan untuk memperoleh posisi
yang lebih baik berlangsung ketat. Dalam situasi demikian, peran pendidikan
mmenjadi sangat penting karena seperti telah dikemukakan, pendidikan merupakan
variable utama dalam pembentukan pribadi. Barang siapa berhasil dalam
pendidikan dialah yang memiliki potensi yang paling kuat untuk naik dalam
tangga sosial. Pendidikan merupakan sarana yang diperlukan dalam suatu
mobilitas sosial vertikal ke atas. Pada masyarakat yang cukup maju, selalu
tampak adanya hubungan antara tingkat pendidikan di satu pihak dengan tingkat
upah dan jabatan di pihak lain.[11]
Gerak horizontal seperti pindah pekerjaan yang sederajat,
perpindahan penduduk (urbanisasi, transmigrasi, dsn), tidak akan dibicarakan
secara panjang lebar. Bukan karena gejala tersebut tidak penting, tetapi karena
gerak sosial vertikal lebih penting untuk dijadikan landasan bagi pembangunan.
Prinsip-prinsip umum yang sangat penting bagi gerak sosial vertikal adalah
sebagai berikut.[12]
1.
Hampir tak ada masyarakat yang sifat sistem lapisannya mutlak
tertutup, dimana sama sekali tidak ada gerak sosial yang vertikal.
2.
Betapapun terbukanya sistem lapisan dalam suatu masyarakat, tak
mungkin gerak sosial yang vertikal dilakukan dengan sebeas-bebasnya.
3.
Gerak sosial vertikal yang umum berlaku bagi semua masyarakat tak
ada.
4.
Laju gerak sosial vertikal yang disebabkan oleh factor-faktor
ekonomi, politik, serta pekerjaan berbeda.
5.
Berdasarkan bahan-bahan sejarah, khususnya dalam gerak sosial
vertikal yang disebabkan factor-faktor ekonomis, politik dan pekerjaan, tak ada
kecenderungan yang continue perihal bertambah atau berkurangnya laju gerak
sosial.
Jadi dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial dapat berkembang
seiring dengan pentingnya pendidikan. Dengan pendidikan dapat menjadikan
mobilitas sosial dalam masyarakat itu sendiri. Yang dapat merubah kehidupan
suatu masyarakat menjadi yang lebih baik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hubungan antara
pendidikan dengan status sosial dan pelapisan sosial telah banyak penelitian
dilakukan di berbagai masyarakat dan bangsa. Pertama-tama dikemukakan
bahwa sikap dan perhatian akan pendidikan ada kaitan dengan pelapisan dan
status sosial. Kedua, pendidikan lebih menguntungkan kelas menengah ke
atas daripada kelas sosial rendah. Kemampuan ekonomi kelas menengah dan kelas
atas cukup kuat untuk mendukung kepentingan pendidikan bagi anak-anaknya. Ketiga,
keberhasilan pendidikan di sekolah tidak semata-mata disebabkan oleh kemampuan
peserta didik dalam belajar, melainkan lebih sering tergantung kepada dukungan
finansial dari orang tua.
stratifikasi sosial dapat berkembang seiring dengan pentingnya
pendidikan. Dengan pendidikan dapat menjadikan mobilitas sosial dalam
masyarakat itu sendiri. Yang dapat merubah kehidupan suatu masyarakat menjadi
yang lebih baik.
B.
Saran
Dengan adanya stratifikasi sosial diharapkan menjadi peningkatan
mutu pendidikan dan pada akhirnya berujung keberhasilan. Penulis telah berusaha
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik- baiknya.
Akan tetapi, penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan.
Maka, penulis sangat mengharapkan saran terutama dari dosen kami dan juga para
pembaca untuk membantu demi membangun kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono, 2010, Sosiologi
Suatu Pengantar, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Idi,
Abdullah, 2011, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: RajaGranfindo Persada.
Khoiriyah,
2012, Sosiologi Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Teras.
Adiwirakarta,
Sudardja, 2016, Sosiologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar