SOSIOLOGI
PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas semester IV
mata kuliah “Sosiologi Pendidikan”
Dosen Pengampu : M. Munir, S.Pd.I., M.M.Pd.
Kelompok :
1.
Binti
Qurotul A’yun
2. Mir’atus Sholihah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM (STAIDA)
KREMPYANG TANJUNG ANOM NGANJUK
KATA PENGANTAR
2016
2016
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sosiologi
Pendidikan”.
Dengan terselesaikannya makalah ini kami mengucapkan terima kasih
kepada :
1.
Bpk Munir selaku
dosen pembimbing “Sosiologi Pendidikan”
2.
Orang
tua yang selalu mendukung study kami
3.
Teman-teman
yang selalu mendukung terselasaikannya makalah ini
Makalah ini kami buat dengan segenap kemampuan kami. Namun, kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga, kami
mengharapkan saran dan kritik dari anda demi kesempurnaan makalah ini.
Krempyang, 31 Januari 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDULi
KATA
PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A.
Latar
Belakang....................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................. 1
C.
Tujuan
Masalah...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
1.
Pemikiran dari Emile Durkheim…..................................................... 2
2.
Pemikiran dari Karl Max……….......................................................... 3
3.
Pemikiran dari G.H. Mead……............................................................. 4
4.
Pemikiran dari Max Weber…………………………….......................
5
5.
Pemikiran dari Alfred
Schutz…………………………………........... 6
6.
Pemikiran dari Talcott
Prson……………………………………….… 7
BAB III PENUTUP......................................................................................... 9
A.
Kesimpulan............................................................................................. 9
B.
Saran....................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gerakan revolusi yang menyebar di masyarakat menunjukkan adanya
kehendak masyarakat untuk melakukan perubahan dalam memenuhi nilai dan tuntutan
baru. Gerakan semacam itu tidak cukup dihadapi dengan mengubah susunan hukum negara saja, tetapi menghendaki
penelitian yang mendalam mengenai
manusia dan masyarakat.
Kehadiran sosiologi, pada dasarnya, relevan dengan pertumbuhan
zaman. Sosiologi sebagai ilmu, menjadi lapangan studi dan tujuan sendiri sejak
abad ke-19, sesudah Revolusi Perancis. Sedangkan pemikiran mengenai kehidupan
masyarakat sudah terjadi sejak manusia dilahirkan dan ditakdirkan untuk mencari
hidup sendiri dengan usahanya sendiri.
Dalam sejarah perkembangan Ilmu Sosiologi, terdapat beberapa tokoh
besar yang telah meletakkan dasar Ilmu Sosiologi, di antaranya: Emile Durkheim,
Karl Max, G.H. Mead, Max Weber, Alfred Schutz, Talcott Prsons.
B.
Rumusan Masalah
1.Bagaimana
pemikiran dari Emile Durkheim dan Karl Max?
2.Bagaimana
pemikiran dari G.H. Mead dan Max Weber?
3.Bagaimana
pemikiran dari Alfred Schutz dan Talcott Prsons?
C.
Tujuan
1.Untuk mengetahui
pemikiran dari Emile Durkheim dan Karl Max.
2.Untuk mengetahui
pemikiran dari G.H. Mead dan Max Weber.
3.Untuk mengetahui
pemikiran dari Alfred Schutz dan Talcott Prsons.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Emile Durkheim (1858-1917)
Durkheim
dilahirkan di Epinal, sebuah kota kecil di Perancis bagian Timur, pada 15 April
1858. Menurut Emil Durkheim, sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat
dan proses-proses sosial.[1] Durkheim
yakin bahwa kita dapat memahami dunia social dengan cara yang persis sama
seperti ahli ilmu alam memahami dunia materi dengan akal, dengan penalaran yang
rasional dan penggunaan logika, sehingga hal-hal yang rumit dalam dunia social
akan dapat kita fahami. Argument yang disampaikan Durkheim adalah bahwa kita
hidup di dalam suatu dunia fakta-fakta social yang berada di luardiri
kitadan yang membatasi perilaku kita.
Sepanjang karir, Durkheim memusatkan
perhatiannya kepada sifat solidaritas social, apa yang mempersatukan
masyarakat sehingga tidak bercerai-berai. Ia berpendapat bahwa bentuk
solidaritas dalam masyarakat modern telah berubah dari mekanis menjadi organis.
Di bawah solidaritas mekanis, perilaku individu ditentukan oleh suara
hati kolektif, yaknitradisi dan kepercayaan masyarakat.
Sedangkan
solidaritas organis ditopang oleh ketergantungan kita satu sama lain. Kita
memerluakan jasa ratusan orang lain untuk mempertahankan kehidupan kita
sehari-hari, yaitu orang-orang yang menyediakan energi dan makanan yang kita
butuhkan, yang merawat kesehatan kita, yang memungkinkan kita untuk bersantai
dan memperoleh pendidikan, sebaliknya kita juga ikut menyumbang bagi
kelangsungan hidup orang lain.
Dalam sebuah
majalah sosiologi yang pertama, yaitu L’annee Sociologique, dia
mengklasifikasi pembagian sosiologi atas tujuh seksi, antara lain:
a.
Sosiologi umum yang mencakup kepribadian individu dan kelompok
manusia.
b.
Sosiologi agama.
c.
Sosiologi hukum dan moral yang mencakup organisasi politik,
organisasi social, perkawinan dan keluarga.
d.
Sosiologi tentang kejahatan.
e.
Sosiologi ekonomi yang mencakup ukuran-ukuran penelitian dan
kelompok kerja.
f.
Demografi yang mencakup masyarakat perkotaan dan pedesaan.
g.
Sosiologi estetika.
Dia juga menekankan pentingnya penelitian perbandingan karena
sosiologi merupakan ilmu mengenal masyarakat.
Di samping itu, Durkheim mengulas solidaritas dan angka bunuh diri
dalam masyarakat bersahaja sebagai bersifat mekanis karena sifatnya yang
spontan, sedangkan pada masyarakat yang kompleks bersifat organis.
Hasil karyanya yang terkemuka, antara lain:
a.
The Social Division of labor (1893).
b.
The Rules of Sociological Method (1895).
B.
Karl Marx
Karl Marx adalah seorang keturunam yahudi, dan lahir di Jerman.
Karl Marx adalah seoang filosof, ahli ekonomi, dan seorang aktifis masyarakat.
Pada umur 23 tahun, Marx mendapatkan gelar doctor filsafat, namun Marx muda
tidak mendapatkan tempat mengajar di perguruan tinggi di “kampung halamannya,”
karena pandangan-pandangannya dipandang radikal. Marx bahkan sering keluar
masuk penjara[3].
Salah satu yang menarik dari filsafat Marx adalah bahwa ia keluar dari menara
gading ahli ilmu pengetahuan dan menyatukan diri dalam pengalaman kehidupan
sehari-hari. Marx merasa bosan melihat kemiskinan dan ketidakadilan sebagai
suatu kondisi alamiah atau sebagai takdir. Bagi Marx kemiskinan dan
ketidakadilan merupakan suatu kondisi diciptakan kapitalisme, dimana sepanjang hayatnya,
Marx berusaha memahami dan berjuang untuk menghilang kapitalisme.
Marx berpendapat bahwa di bawah kapitalisme kondisi manusia
sesungguhnya adalah kondisi alienasi (ketersaingan), sebuah istilah yang
menurut Mc Lellan digunakan Marx dalam tiga arti. Pertama manusia teralienasi
dari produk kerjanya sendiri dalam arti bahwa ia hanya sekedar embel-embel dari
proses produksi. Kedua manusia teralienasi dari dirinya sendiri dalam arti
bahwa ia bekerja karena terpaksa, dan sebagai akibatnya manusia diubah menjadi
hewan, sebab ia hanya merasa senang apabila melakukan fungsi-fungsi hewani,
yakni makan, minum dan mempunyai anak. Ketiga manusia teralienasi dari
sesamanya. Dengan demikian maka dalam situasi kerja yang teralienasi, seseorang
mengukur hubungannnya dengan orang lain berdasarkan tata hubungan di mana ia memperoleh tempatnya sebagai
pekerja. Oleh karena itu sifat manusia tergantung pada kondisi yang menentukan
produksinya.
Dalam karyanya tentang Ekonomi dan Masyarakat, Marx
menekankan betapa pentingnya faktor ekonomi dalam menentukan kehidupan social.
Marx menekankan bahwa sistem ekonomi yang cenderung kapitalisme menjadi sebab
adanya ketidak adilan dan kesenjangan struktur kelas dalam masyarakat.
C. George Herbert
Mead
Mead dilahirkan 27 Februari 1863 di
South Hadley, antara New York dan Boston, dan meninggal 26 April 1931 di
Chicago, tempat ia mengajar filsafat dan psikologi sosial di universitas kota
tersebut sejak tahun 1894. Kedatangan Mead di Chicago adalah untuk menyertai
rekan sejawatnya dari Universitas Michigan, John Dewey yang telah diangkat
sebagai Kepala Departemen Filsafat di Universitas Chicago yang baru. Mead telah
menerbitkan sekitar empat puluh karangan selama hidupnya meskipun tidak
menghasilkan suatu pernyataan lengkap mengenai posisinya dalam bentuk sebuah
buku.
Mead adalah seorang behavioris sosial, dan tidak boleh dikacaukan dengan
behaviorisme kaum psikolog. Tekanannya adalah pada kata “sosial”, kita
menjadi individu-individu hanya melalui
aktivitas sosial. Diri (the self), konsep anda tentang siapa anda itu, bukan
merupakan produk suatu struktur kepribadian yang mendasar yang kira-kira akan
tetap lestari seandainya anda sejak lahir ditinggalkan di sebuah pulau tanpa
penduduk. Yang benar adalah bahwa diri itu terbentuk karena interaksi dengn
orang lain, diri itu muncul, dan yang penting, ia terus-menerus muncul dan
berubah.[4]
Diri muncul pada saat kita mulai dapat
memandang diri sendiri sebagai objek. Orang lain secara umum itu
terbentuk melalui penyusunan simbol-simbol yang bermakna, yakni gerak isyarat
dan bahasa. Suatu gerak-isyarat memperoleh maknanya dari tafsiran yang
diberikan oleh orang lain, dengan mngetahui tafsiran itu kita sendiri lalu
mengetahui makna gerak-gerak isyarat kita sendiri. Begitu pula bahasa, atau
isyarat dengan suara, menjadi bermakna dalam penggunaanya melalui komunikasi
kita mengetahui apa yang disampaikan oleh kata-kata dan oleh karena
makna-maknanya diketahui bersama maka makna-makna tersebut melampaui diri kita
sendiri dan menjadi objektif.[5]
D.
Max Weber (1864-1920)
Weber dilahirkan dii Erfrut, sekarang termasuk Jerman Timur, 21
April 1864, dan meninggal di Munchen 14 Juni 1920. Weber mendefinisikan
sosiologi sebagai “sebuah ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatian kepada penafsiran
dan pemahaman tindakan social dan dengan begitu diharapkan akan memperoleh
penjelasan kausal mengenai arah dan akibat-akibatnya”.
Weber mengklasifikasikan tindakan social ke dalam empat tipe ideal,
pertama goal-oriented (terarah kepada tujuan) yakni di mana perilaku
diarahkan kepada tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan dipilih diantara
sejumlah cara yang mungkin. Kedua value-oriented (terarah kepada nilai),
maksudnya ialah bahwa pelaku tidak melakukan suatu pilihan secara sadar,
tindakannya adalah tradisional, sebagai produk kebiasaan atau konvensi, di mana
sesuatu dilakukan dengan cara yang selalu sama atau afektual sebagai respons
atas rasa suka atau tidak suka. Tujuannya adalah untuk memberikan suatu alat
konseptual yang dapat dipakai sebagai suatu titik acuan dalam menganalisis
perilaku yang sebenarnya. [6]
Karya yang ditulisnya antara lain:
a.
The History of Trading Companies During the Moddle Ages
b.
Economy and Society
c.
Collected Essays on Sociology of Religion
d.
Collected Essays on Sociology and Social Problems
e.
From Max Weber: Essays in Sociology
f.
The Theory of Social and Economic Organization
E.
Alfred Schutz
Schutz dilahirkan di Wina tahun 1889 dan memperoleh pendidikan di
Universitas di kota itu. Schutz berpendapat bahwa Weber telah mengembangkan
suatu sosiologi makna tanpa membicarakan bagaimana makna itu sendiri timbul,
dipertahankan dan diubah.[8] Menurutnya
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari seseorang terus menerus menafsirkan
makna subyektif dari orang-orang lain. Proses ini berlangsung terus dan
dibedakan antara interpretasi 2 motif yaitu “in-order-to” (untuk/tujuan)
dan “because-of” (karena/sebab). Motif yang pertama merujuk pada
keinginan yang dicapai di masa datang, sedangkan yang kedua pada masa lampau.[9]
Schutz berpendapat bahwa ahli ilmu social harus mengganti objek
pemikiran akal sehat, yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dan
kejadian-kejadian yang unik, dengan jalan membangun sebuah model dalam dunia
social di mana hanya terdapat peristiwa yang ditipifikasikan, yang relevan bagi
masalah khusus yang sedang diselami oleh ahli ilmu social. Schutz menyusun
suatu homunculus (secara harfiah berarti replika manusia), yang
dilengkapi dengan sistem relevansi yang berisi masalah-masalah ilmiah dari
penyusunnya dan bukan dari situasi yang ditentukan secara biografis oleh
seorang pelaku di dunia.
Ada empat dasar yang harus diikuti dalam menyusun suatu homunculus,
pertama postulat relevansi, model harus relevan bagi kepentingan-kepentingan
sosiologis, kedua, postulat adekuasi, di mana model harus bisa
dimengerti oleh pelaku di dalam situasi social yang sedang diselidiki. Ketiga, postulat
konsistensi logis, artinya aturan-aturan logika formal harus ditaati dan yang keempat postulat
kompatibilitas yang menyatakan bahwa model harus selaras dengan keseluruhan
pengetahuan ilmiah.[10]
F.
Talcott Parsons
Parsons dilahirkan 13 Desember 1902 di Colorado Springs, dan
meninggal di Munchen tanggal 8 Mei 1979 ketika sedang mengadakan ceramah keliling
di Jerman. Parsons melihat realitas sebagai suatu sistem sosial di mana
bagian-bagiannya berkaitan dengan keseluruhan. “Teori besar” yang disusun Parsons
mulai dengan suatu penjelasan mengenai perilaku individu, ia berpendapat bahwa
semua tindakan harus terarah kepada tujuan dan bahwa dalam mengajar
tujuan-tujuan itu, kita memperhitungkan tujuan-tujuan orang lain, ini sama
sekali tidak berarti bahwa kita mempunyai timbang rasa terhadap orang lain
dalam arti moral, melainkan hanyalah karena kita mengakui sifat sosial tindakan
kita.
Suatu teori fungsional lanjut yang juga berpengaruh di dalam
sosiologi pendidikan adalah hasil pengembangan R.K. Merton. Merton membedakan
antara fungsi manifest dari suatu tindakan, yakni yang dimaksudkan oleh pelakunya.
Dan fungsi laten, yakni konsekuensi-konsekuensi yang tidak dimaksudkan
atau yang tidak dikenal dari suatu tindakan. Sementara orang akan mengemukakan
dalih bahwa meskipun fungsi nyata pendidikan adalah untuk merangsang sifat
ingin tahu dan rasa takjub pada dunia, fungsi latennya adalah mematikan setiap
sifat ingin tahu dan menggambarkan belajar sebagai sesuatu yang menjenuhkan.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Menurut Emil Durkheim, sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam
masyarakat dan proses-proses sosial.
2.
Karl Marx adalah seoang filosof, ahli ekonomi, dan seorang aktifis
masyarakat. Pada umur 23 tahun, Marx mendapatkan gelar doctor filsafat. Salah
satu yang menarik dari filsafat Marx adalah bahwa ia keluar dari menara gading
ahli ilmu pengetahuan dan menyatukan diri dalam pengalaman kehidupan
sehari-hari.
3.
Mead adalah seorang behavioris sosial, dan tidak boleh
dikacaukan dengan behaviorisme kaum psikolog. Tekanannya adalah pada kata
“sosial”, kita menjadi individu-individu
hanya melalui aktivitas sosial.
4.
Weber mendefinisikan sosiologi sebagai “sebuah ilmu pengetahuan
yang memusatkan perhatian kepada penafsiran dan pemahaman tindakan social dan
dengan begitu diharapkan akan memperoleh penjelasan kausal mengenai arah dan
akibat-akibatnya”.
5.
Schutz berpendapat bahwa ahli ilmu social harus mengganti objek
pemikiran akal sehat, yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dan
kejadian-kejadian yang unik, dengan jalan membangun sebuah model dalam dunia
social di mana hanya terdapat peristiwa yang ditipifikasikan, yang relevan bagi
masalah khusus yang sedang diselami oleh ahli ilmu social.
6.
Parsons melihat realitas sebagai suatu sistem sosial di mana
bagian-bagiannya berkaitan dengan keseluruhan.
B.
Saran
Penulis
telah berusaha menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi,
penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih ada kekurangan. Maka, penulis
sangat mengharapkan saran terutama dari dosen kami dan juga para pembaca untuk
membantu demi membangun kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Idi,
Abdullah, Sosiologi Pendidikan. Rajawali Grafindo Persada.
Khoiriyah,
Sosiologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras, 2014.
Robinson,
Philip, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali,
1986.
Soekanto,
Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2010.
[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2010), 351.
[2] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 351.
[3] Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan (Rajawali Grafindo
Persada),4-5.
[4] Philip, Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan (Jakarta:
Rajawali, 1986), 14-15
[5] Ibid, 16-17
[6] Philip, Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan (Jakarta:
Rajawali, 1986), 19-21.
[7] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 352.
[8] Philip, Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan,
24
[9] Khoiriyah, Sosiologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras,
2014), 11.
[10] Philip, Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan,
24-27.
[11] Philip, Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan,29-32.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar