Jumat, 01 September 2017

SOSIOLOGI PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

SOSIOLOGI PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas semester IV mata kuliah  “Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu : M. Munir, S.Pd.I., M.M.Pd.


Kelompok :
1. Binti Qurotul A’yun
2.  Mir’atus Sholihah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM (STAIDA)
KREMPYANG TANJUNG ANOM NGANJUK

KATA PENGANTAR
2016

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sosiologi Pendidikan”.
Dengan terselesaikannya makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Bpk Munir selaku dosen pembimbing “Sosiologi Pendidikan
2.      Orang tua yang selalu mendukung study kami
3.      Teman-teman yang selalu mendukung terselasaikannya makalah ini
Makalah ini kami buat dengan segenap kemampuan kami. Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga, kami mengharapkan saran dan kritik dari anda demi kesempurnaan makalah ini.








Krempyang, 31 Januari 2017


Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULi
KATA PENGANTAR....................................................................................  ii    
DAFTAR ISI....................................................................................................  iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A.    Latar Belakang.......................................................................................  1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................  1
C.     Tujuan Masalah......................................................................................  1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................  2    
1.      Pemikiran dari Emile Durkheim….....................................................      2
2.      Pemikiran dari Karl Max………..........................................................    3
3.      Pemikiran dari G.H. Mead……............................................................. 4
4.      Pemikiran dari Max Weber……………………………....................... 5
5.      Pemikiran dari Alfred Schutz…………………………………........... 6
6.      Pemikiran dari Talcott Prson……………………………………….… 7 
BAB III PENUTUP.........................................................................................  9
A.    Kesimpulan............................................................................................. 9
B.     Saran....................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................  10




 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Gerakan revolusi yang menyebar di masyarakat menunjukkan adanya kehendak masyarakat untuk melakukan perubahan dalam memenuhi nilai dan tuntutan baru. Gerakan semacam itu tidak cukup dihadapi dengan mengubah  susunan hukum negara saja, tetapi menghendaki penelitian  yang mendalam mengenai manusia dan masyarakat.
Kehadiran sosiologi, pada dasarnya, relevan dengan pertumbuhan zaman. Sosiologi sebagai ilmu, menjadi lapangan studi dan tujuan sendiri sejak abad ke-19, sesudah Revolusi Perancis. Sedangkan pemikiran mengenai kehidupan masyarakat sudah terjadi sejak manusia dilahirkan dan ditakdirkan untuk mencari hidup sendiri dengan usahanya sendiri.
Dalam sejarah perkembangan Ilmu Sosiologi, terdapat beberapa tokoh besar yang telah meletakkan dasar Ilmu Sosiologi, di antaranya: Emile Durkheim, Karl Max, G.H. Mead, Max Weber, Alfred Schutz, Talcott Prsons.

B.     Rumusan Masalah
1.Bagaimana pemikiran dari Emile Durkheim dan Karl Max?
2.Bagaimana pemikiran dari G.H. Mead dan Max Weber?
3.Bagaimana pemikiran dari Alfred Schutz dan Talcott Prsons?

C.    Tujuan
1.Untuk mengetahui pemikiran dari Emile Durkheim dan Karl Max.
2.Untuk mengetahui pemikiran dari G.H. Mead dan Max Weber.
3.Untuk mengetahui pemikiran dari Alfred Schutz dan Talcott Prsons.
.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Emile Durkheim (1858-1917)
Durkheim dilahirkan di Epinal, sebuah kota kecil di Perancis bagian Timur, pada 15 April 1858. Menurut Emil Durkheim, sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial.[1] Durkheim yakin bahwa kita dapat memahami dunia social dengan cara yang persis sama seperti ahli ilmu alam memahami dunia materi dengan akal, dengan penalaran yang rasional dan penggunaan logika, sehingga hal-hal yang rumit dalam dunia social akan dapat kita fahami. Argument yang disampaikan Durkheim adalah bahwa kita hidup di dalam suatu dunia fakta-fakta social yang berada di luardiri kitadan yang membatasi perilaku kita.
 Sepanjang karir, Durkheim memusatkan perhatiannya kepada sifat solidaritas social, apa yang mempersatukan masyarakat sehingga tidak bercerai-berai. Ia berpendapat bahwa bentuk solidaritas dalam masyarakat modern telah berubah dari mekanis menjadi organis. Di bawah solidaritas mekanis, perilaku individu ditentukan oleh suara hati kolektif, yaknitradisi dan kepercayaan masyarakat.
Sedangkan solidaritas organis ditopang oleh ketergantungan kita satu sama lain. Kita memerluakan jasa ratusan orang lain untuk mempertahankan kehidupan kita sehari-hari, yaitu orang-orang yang menyediakan energi dan makanan yang kita butuhkan, yang merawat kesehatan kita, yang memungkinkan kita untuk bersantai dan memperoleh pendidikan, sebaliknya kita juga ikut menyumbang bagi kelangsungan hidup orang lain.
Dalam sebuah majalah sosiologi yang pertama, yaitu L’annee Sociologique, dia mengklasifikasi pembagian sosiologi atas tujuh seksi, antara lain:
a.    Sosiologi umum yang mencakup kepribadian individu dan kelompok manusia.
b.   Sosiologi agama.
c.    Sosiologi hukum dan moral yang mencakup organisasi politik, organisasi social, perkawinan dan keluarga.
d.   Sosiologi tentang kejahatan.
e.    Sosiologi ekonomi yang mencakup ukuran-ukuran penelitian dan kelompok kerja.
f.    Demografi yang mencakup masyarakat perkotaan dan pedesaan.
g.   Sosiologi estetika.
Dia juga menekankan pentingnya penelitian perbandingan karena sosiologi merupakan ilmu mengenal masyarakat.
Di samping itu, Durkheim mengulas solidaritas dan angka bunuh diri dalam masyarakat bersahaja sebagai bersifat mekanis karena sifatnya yang spontan, sedangkan pada masyarakat yang kompleks bersifat organis.
Hasil karyanya yang terkemuka, antara lain:
a.       The Social Division of labor (1893).
b.      The Rules of Sociological Method (1895).
c.       The Elementary Forms of Religious Life (1912).[2]

B.     Karl Marx
Karl Marx adalah seorang keturunam yahudi, dan lahir di Jerman. Karl Marx adalah seoang filosof, ahli ekonomi, dan seorang aktifis masyarakat. Pada umur 23 tahun, Marx mendapatkan gelar doctor filsafat, namun Marx muda tidak mendapatkan tempat mengajar di perguruan tinggi di “kampung halamannya,” karena pandangan-pandangannya dipandang radikal. Marx bahkan sering keluar masuk penjara[3]. Salah satu yang menarik dari filsafat Marx adalah bahwa ia keluar dari menara gading ahli ilmu pengetahuan dan menyatukan diri dalam pengalaman kehidupan sehari-hari. Marx merasa bosan melihat kemiskinan dan ketidakadilan sebagai suatu kondisi alamiah atau sebagai takdir. Bagi Marx kemiskinan dan ketidakadilan merupakan suatu kondisi diciptakan kapitalisme, dimana sepanjang hayatnya, Marx berusaha memahami dan berjuang untuk menghilang kapitalisme.
Marx berpendapat bahwa di bawah kapitalisme kondisi manusia sesungguhnya adalah kondisi alienasi (ketersaingan), sebuah istilah yang menurut Mc Lellan digunakan Marx dalam tiga arti. Pertama manusia teralienasi dari produk kerjanya sendiri dalam arti bahwa ia hanya sekedar embel-embel dari proses produksi. Kedua manusia teralienasi dari dirinya sendiri dalam arti bahwa ia bekerja karena terpaksa, dan sebagai akibatnya manusia diubah menjadi hewan, sebab ia hanya merasa senang apabila melakukan fungsi-fungsi hewani, yakni makan, minum dan mempunyai anak. Ketiga manusia teralienasi dari sesamanya. Dengan demikian maka dalam situasi kerja yang teralienasi, seseorang mengukur hubungannnya dengan orang lain berdasarkan tata hubungan  di mana ia memperoleh tempatnya sebagai pekerja. Oleh karena itu sifat manusia tergantung pada kondisi yang menentukan produksinya.
Dalam karyanya tentang Ekonomi dan Masyarakat, Marx menekankan betapa pentingnya faktor ekonomi dalam menentukan kehidupan social. Marx menekankan bahwa sistem ekonomi yang cenderung kapitalisme menjadi sebab adanya ketidak adilan dan kesenjangan struktur kelas dalam masyarakat.

C.    George Herbert Mead
Mead dilahirkan  27 Februari 1863 di South Hadley, antara New York dan Boston, dan meninggal 26 April 1931 di Chicago, tempat ia mengajar filsafat dan psikologi sosial di universitas kota tersebut sejak tahun 1894. Kedatangan Mead di Chicago adalah untuk menyertai rekan sejawatnya dari Universitas Michigan, John Dewey yang telah diangkat sebagai Kepala Departemen Filsafat di Universitas Chicago yang baru. Mead telah menerbitkan sekitar empat puluh karangan selama hidupnya meskipun tidak menghasilkan suatu pernyataan lengkap mengenai posisinya dalam bentuk sebuah buku.
Mead adalah seorang behavioris sosial, dan tidak boleh dikacaukan dengan behaviorisme kaum psikolog. Tekanannya adalah pada kata “sosial”, kita menjadi  individu-individu hanya melalui aktivitas sosial. Diri (the self), konsep anda tentang siapa anda itu, bukan merupakan produk suatu struktur kepribadian yang mendasar yang kira-kira akan tetap lestari seandainya anda sejak lahir ditinggalkan di sebuah pulau tanpa penduduk. Yang benar adalah bahwa diri itu terbentuk karena interaksi dengn orang lain, diri itu muncul, dan yang penting, ia terus-menerus muncul dan berubah.[4]
Diri muncul pada saat kita mulai dapat  memandang diri sendiri sebagai objek. Orang lain secara umum itu terbentuk melalui penyusunan simbol-simbol yang bermakna, yakni gerak isyarat dan bahasa. Suatu gerak-isyarat memperoleh maknanya dari tafsiran yang diberikan oleh orang lain, dengan mngetahui tafsiran itu kita sendiri lalu mengetahui makna gerak-gerak isyarat kita sendiri. Begitu pula bahasa, atau isyarat dengan suara, menjadi bermakna dalam penggunaanya melalui komunikasi kita mengetahui apa yang disampaikan oleh kata-kata dan oleh karena makna-maknanya diketahui bersama maka makna-makna tersebut melampaui diri kita sendiri dan menjadi objektif.[5]
D.    Max Weber (1864-1920)
Weber dilahirkan dii Erfrut, sekarang termasuk Jerman Timur, 21 April 1864, dan meninggal di Munchen 14 Juni 1920. Weber mendefinisikan sosiologi sebagai “sebuah ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatian kepada penafsiran dan pemahaman tindakan social dan dengan begitu diharapkan akan memperoleh penjelasan kausal mengenai arah dan akibat-akibatnya”.
Weber mengklasifikasikan tindakan social ke dalam empat tipe ideal, pertama goal-oriented (terarah kepada tujuan) yakni di mana perilaku diarahkan kepada tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan dipilih diantara sejumlah cara yang mungkin. Kedua value-oriented (terarah kepada nilai), maksudnya ialah bahwa pelaku tidak melakukan suatu pilihan secara sadar, tindakannya adalah tradisional, sebagai produk kebiasaan atau konvensi, di mana sesuatu dilakukan dengan cara yang selalu sama atau afektual sebagai respons atas rasa suka atau tidak suka. Tujuannya adalah untuk memberikan suatu alat konseptual yang dapat dipakai sebagai suatu titik acuan dalam menganalisis perilaku yang sebenarnya. [6]
Karya yang ditulisnya antara lain:
a.       The History of Trading Companies During the Moddle Ages
b.      Economy and Society
c.       Collected Essays on Sociology of Religion
d.      Collected Essays on Sociology and Social Problems
e.       From Max Weber: Essays in Sociology
f.       The Theory of Social and Economic Organization
g.      Alex Weber on the Methology of Social Sciences[7]

E.     Alfred Schutz
Schutz dilahirkan di Wina tahun 1889 dan memperoleh pendidikan di Universitas di kota itu. Schutz berpendapat bahwa Weber telah mengembangkan suatu sosiologi makna tanpa membicarakan bagaimana makna itu sendiri timbul, dipertahankan dan diubah.[8] Menurutnya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari seseorang terus menerus menafsirkan makna subyektif dari orang-orang lain. Proses ini berlangsung terus dan dibedakan antara interpretasi 2 motif yaitu “in-order-to” (untuk/tujuan) dan “because-of” (karena/sebab). Motif yang pertama merujuk pada keinginan yang dicapai di masa datang, sedangkan yang kedua pada masa lampau.[9]
Schutz berpendapat bahwa ahli ilmu social harus mengganti objek pemikiran akal sehat, yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang unik, dengan jalan membangun sebuah model dalam dunia social di mana hanya terdapat peristiwa yang ditipifikasikan, yang relevan bagi masalah khusus yang sedang diselami oleh ahli ilmu social. Schutz menyusun suatu homunculus (secara harfiah berarti replika manusia), yang dilengkapi dengan sistem relevansi yang berisi masalah-masalah ilmiah dari penyusunnya dan bukan dari situasi yang ditentukan secara biografis oleh seorang pelaku di dunia.
Ada empat dasar yang harus diikuti dalam menyusun suatu homunculus, pertama postulat relevansi, model harus relevan bagi kepentingan-kepentingan sosiologis, kedua, postulat adekuasi, di mana model harus bisa dimengerti oleh pelaku di dalam situasi social yang sedang diselidiki. Ketiga, postulat konsistensi logis, artinya aturan-aturan logika  formal harus ditaati dan yang keempat postulat kompatibilitas yang menyatakan bahwa model harus selaras dengan keseluruhan pengetahuan ilmiah.[10]

F.     Talcott Parsons
Parsons dilahirkan 13 Desember 1902 di Colorado Springs, dan meninggal di Munchen tanggal 8 Mei 1979 ketika sedang mengadakan ceramah keliling di Jerman. Parsons melihat realitas sebagai suatu sistem sosial di mana bagian-bagiannya berkaitan dengan keseluruhan. “Teori besar” yang disusun Parsons mulai dengan suatu penjelasan mengenai perilaku individu, ia berpendapat bahwa semua tindakan harus terarah kepada tujuan dan bahwa dalam mengajar tujuan-tujuan itu, kita memperhitungkan tujuan-tujuan orang lain, ini sama sekali tidak berarti bahwa kita mempunyai timbang rasa terhadap orang lain dalam arti moral, melainkan hanyalah karena kita mengakui sifat sosial tindakan kita.
Suatu teori fungsional lanjut yang juga berpengaruh di dalam sosiologi pendidikan adalah hasil pengembangan R.K. Merton. Merton membedakan antara fungsi manifest dari suatu tindakan, yakni yang dimaksudkan oleh pelakunya. Dan fungsi laten, yakni konsekuensi-konsekuensi yang tidak dimaksudkan atau yang tidak dikenal dari suatu tindakan. Sementara orang akan mengemukakan dalih bahwa meskipun fungsi nyata pendidikan adalah untuk merangsang sifat ingin tahu dan rasa takjub pada dunia, fungsi latennya adalah mematikan setiap sifat ingin tahu dan menggambarkan belajar sebagai sesuatu yang menjenuhkan.[11]



















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.   Menurut Emil Durkheim, sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial.
2.   Karl Marx adalah seoang filosof, ahli ekonomi, dan seorang aktifis masyarakat. Pada umur 23 tahun, Marx mendapatkan gelar doctor filsafat. Salah satu yang menarik dari filsafat Marx adalah bahwa ia keluar dari menara gading ahli ilmu pengetahuan dan menyatukan diri dalam pengalaman kehidupan sehari-hari.
3.   Mead adalah seorang behavioris sosial, dan tidak boleh dikacaukan dengan behaviorisme kaum psikolog. Tekanannya adalah pada kata “sosial”, kita menjadi  individu-individu hanya melalui aktivitas sosial.
4.   Weber mendefinisikan sosiologi sebagai “sebuah ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatian kepada penafsiran dan pemahaman tindakan social dan dengan begitu diharapkan akan memperoleh penjelasan kausal mengenai arah dan akibat-akibatnya”.
5.   Schutz berpendapat bahwa ahli ilmu social harus mengganti objek pemikiran akal sehat, yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang unik, dengan jalan membangun sebuah model dalam dunia social di mana hanya terdapat peristiwa yang ditipifikasikan, yang relevan bagi masalah khusus yang sedang diselami oleh ahli ilmu social.
6.   Parsons melihat realitas sebagai suatu sistem sosial di mana bagian-bagiannya berkaitan dengan keseluruhan.
B.     Saran
Penulis telah berusaha menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih ada kekurangan. Maka, penulis sangat mengharapkan saran terutama dari dosen kami dan juga para pembaca untuk membantu demi membangun kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Idi, Abdullah, Sosiologi Pendidikan. Rajawali Grafindo Persada.
Khoiriyah, Sosiologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras, 2014.
Robinson, Philip, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali, 1986.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.


[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 351.
[2] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 351.
[3] Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan (Rajawali Grafindo Persada),4-5.
[4] Philip, Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali, 1986), 14-15
[5] Ibid, 16-17
[6] Philip, Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali, 1986), 19-21.
[7] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 352.
[8] Philip, Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan, 24
[9] Khoiriyah, Sosiologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2014), 11.
[10] Philip, Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan, 24-27.
[11] Philip, Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan,29-32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar