Senin, 04 September 2017

IDEOLOGI PENDIDIKAN DALAM PARADIGMA LIBERAL DAN KONSERVATIF

IDEOLOGI PENDIDIKAN DALAM PARADIGMA LIBERAL DAN KONSERVATIF
MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan

Dosen Pengampu : M.  Munir, S.Pd.I., M.Pd.



Oleh:
Dewi Martalia Kurniasari
Nofita Diah Ayu Puspitasari

PROGRAN STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM
NGANJUK JAWA TIMUR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat-Nya  saya dapat menyelesaikan makalah ini.
            Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W yang diutus sebagai rahmat untuk sekalian alam dan membimbing umat ke jalan yang lurus.
            Ribuan terima kasih kami ucapkan kepada :
1.        Bapak , M.  Munir, S.Pd.I., M.Pd.  yang telah memberikan pengarahan atas terselesaikannya makalah ini.
2.        Pihak-pihak yang membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
3.        Teman-teman semester IV.
Makalah  ini disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Sosiologi Pendidikan. Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya kami senantiasa mengharap adanya kritik dan saran guna perubahan yang lebih baik kedepannya. Kendati demikian, kami berharap makalah  ini bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata, permohonan maaf kami haturkan atas segala kekurangan dalam makalah ini.





Tanjunganom, 24  Pebruari 2017


          Penulis



DAFTAR  ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB 1          PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang ......................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah ..................................................................... 1
C.       Tujuan Pembahasan .................................................................. 1

BAB II         PEMBAHASAN
A.      Pengertian Ideologi Pendidikan................................................ 2
B.       Ideologi Pendidikan dalam Paradigma Liberal......................... 3
C.       Ideologi Pendidikan dalam Paradigma Konservatif................. 8


BAB III       PENUTUP
A.    Kesimpulan .............................................................................. 11
B.     Saran ........................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12


 BAB  I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Proses pendidikan baik formal maupun nonformal pada dasarnya memiliki peran penting untuk melegitimasi bahkan melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada. Namun juga sebaliknya, dapat merupakan proses perubahan sosial menuju kebidupan yang lebih adil. Peran pendidikan terhadap sistem dan struktur sosial tersebut sangat bergantung pada paradigma pendidikan yang mendasarinya. Untuk memahami kedua paradigma tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu ideologi sosial dan implikasinya terhadap berbagai teori pendidikan yang dianut masing masing paradigma. Berikut ini akan dibahas ideologi pendidikan serta fungsi dan peran ideologi pendidikan bagi pembangunan pendidikan.

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut
1.    Bagaimana pengertian ideologi pendidikan?
2.    Bagaimana ideologi pendidikan dalam paradigma liberal?
3.    Bagaimana ideologi pendidikan dalam paradigma konservatif?

C.  Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasn makalah ini yaitu
1.    Mengetahui pengertian ideologi pendidikan.
2.    Mengetahui ideologi pendidikan dalam paradigma liberal.
3.    Mengetahui ideologi pendidikan dalam paradigma konservatif.





BAB  II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Ideologi Pendidikan
Menurut William  F. O’Neil sebagaimana dikutip Arif Rohman, pembicaraan masalah ideologi pendidikan sebenarnya merupakan kelanjutan dari ideologi politik yang dominan disuatu wilayah, sehingga bisa dikatakan ideologi pendidikan lahir dari induknya yaitu ideologi politik. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa akan ada hirakhi nilai yang terkait dari yang lebih tinggi ke herarkhi yang paling rendah. Kedudukan yang lebih tinggi akan menjadi dasar rekomendasi terhadap lahirnya nilai dibawahnya. Dan ideologi politik suatu Negara merupakan tingkatan tertinggi dan jelas akan mempengaruhi ideologi pendidikan yang ada di suatu negara tersebut. Karena pada dasarnya pendidikan berada di bawah naungan suatu negara.[1]
Secara harfiah ideologi berasal dari kata “ide” dan “logis” yang dapat diartikan sebagai aturan atau hukum tentang ide, konsep ini berasal dari Plato. Ditinjau dari pendekatan aliran, pengertian ideologi dapat dibagi menjadi 2 kelompok:[2]
1.    Ideologi sebagai seperangkat nilai dan aturan tentang kebenaran yang dianggap terberi, alamiah, universal dan menjadi rujukan bagi tingkah laku manusia.
2.    Ideologi sebagai ilmu yang mengkaji bagaimana ide-ide tentang suatu hal diperoleh manusia dari pengalaman serta tertata dalam benak untuk kemudian membentuk kesadaran yang mempengaruhi tingkah laku.
Ideologi diartikan sebagai sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi diartikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, atau cara berpikir seseorang atau suatu golongan.[3]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah seperangkat nilai atau cara berpikir yang dijadikan pedoman oleh seseorang atau golongan. Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka ideologi pendidikan dapat diartikan sebagai ideologi adalah seperangkat nilai atau cara berpikir yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan pendidikan.

B.  Ideologi Pendidikan dalam Paradigma Liberal
1.    Konsep Paradigma Liberal dalam Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, liberal diartikan sebagai bersifat bebas, berpandangan bebas atau luas dan terbuka.[4] Penganut ideologi ini berangkat dari keyakinan bahwa memang ada masalah di masyarakat, tetapi bagi mereka, pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Dengan keyakinan seperti itu, tugas pendidikan juga tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi. Namun demikian, proses pendidikann tidak boleh lepas sama sekali dengan kondisi-kondisi eksternal.[5]
Pendidikan harus bisa menyesuaikan diri terhadap konndisi-kondisi tersebut, dengan cara memecahkan berbagai masalah internal. Hal yang umum dilakukan adalah membangun kelas dan fasilitas baru, memodernkan peralatan sekolah dengan pengadaan komputer yang lebih canggih dan laboratorium, serta berbagai usaha untuk menyehatkan rasio murid-guru. Selain itu  juga berbagai investasi untuk meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan yang lebih effisien dan partisipatif, seperti kelompok dinamik (group dynamics), learning by doing, experimental learning, ataupun  Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan sebagainya. Usaha tersebut terisolasi dari sistem dan struktur ketidakadilan kelas dan gender, dominasi budaya dan represi politik yang ada dalam masyarakat.[6]
Pendekatan liberal inilah yang mendominasi segenap pemikiran tentang pendidikan baik pendidikan formal seperti sekolah, maupun pendidikan nonformal seperti pelatihan. Akar pendidikan ini adalah liberalisme, suatu pandangan yang menekankan pengernbangan kernampuan, perlindungan hak, dan kebebasan (freedom), serta rnengidentifikasi problem dan upaya perubahan sosial secara inkremental demi menjaga stabilitas jangka panjang. Pengaruh liberal ini terlihat dalam pendidikan yang mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antarmurid. Perangkingan untuk menentukan murid terbaik adalah implikasi dari paham pendidikan ini. Pengaruh pendidikan liberal juga dapat dilihat dalam berbagai pendekatan andragogy seperti dalam training management, kewiraswastaan, dan manajemen lainnya.[7]
Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar dari cita-cita Barat tentang individualisme. Ide politik liberalisme berkait erat dengan bangkitnya kelas menengah yang diuntungkan oleh kapitalisme. Menurut cita-cita ini, gambaran manusia ideal adalah manusia “rasionalis liberal”. Yakni semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektual, baik tatanan alam maupun sosial dapat ditangkap oleh akal. Serta individualis, yakni adanya anggapan bahwa manusia adalah atomistik dan otonom. Menempatkan individu secara atomistik, akan membawa pada keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan, dan masyarakat dianggap tidak stabil karena interest anggotanya yang tidak stabil. Ideologi liberalisme ini juga dipengaruhi oleh positivisme. Seperti pendewaan terhadap scientific method serta adanya pemisahan antara fakta dengan nilai menuju pemahaman objektif.[8]
2.    Tradisi Pokok Ideologi Liberal
Ideologi liberalisme bercabang menjadi tiga tradisi pokok yaitu:[9]
a.    Libelarisme Pendidikan
Tujuan jangka  panjang menurut kaum liberal adalah melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar setiap individu sebagaimana dia menghadapi masalah-masalah dalam kehidupannya sendiri secara efektif. Anak-anak memiliki masalah hidup sendiri dan cara dan memiliki pendekatan dalam penyelesaian masalah sendiri. Yang terpenting adalah bagaimana mereka diarahkan agar cara dan pendekatan penyelesaian masalah tersebut bisa optimal. Oleh karenanya, cita-cita liberalisme pendidikan adalah hendaknya pendidikan mengajar anak-anak tentang bagaimana mereka menghadapi sendiri masalah-masalah hidupnya secara efektif.[10]
Dalam liberalisme pendidikan terdapat tiga macam intensitas, yaitu:[11]
1)        Liberalisme Metodis
Kaum liberalisme metodis adalah mereka yang bersikap bahwa metode-metode pengajaran harus disesuaikan dengan jaman, namun tujuan pendidikan, isi tradisionalnya secara fundamental tidak memerlukan penyesuaian yang penting. Maria Montessori sebagai tokoh liberalisme metodis- mengusulkan tentang cara mengajar yang baru tetapi sasaran-sasaran atau isi pendidikan tetap dipertahankan. Oleh karena itu definisi liberal metodis adalah seseorang yang mengusulkan sebuah cara baru dalam mengajar tetapi ia tidak bersikap kritis terhadap tujuan dan isi pendidikan yang sudah ada.


2)   Liberalisme Direktif
Aliran ini menginginkan perubahan yang mendasar dalam hal tujuan sekaligus dalam hal cara kerja sekolah-sekolah sebagaimana adanya. Penganut aliran ini menganggap wajib belajar adalah perlu dan memilih untuk mempertahankan beberapa keperluan dasar serta mengajukan penetapan tentang isi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Di sisi lain mereka bersikap bahwa cara tradisional (baik sasaran, isi, dan metode) memerlukan perombakan secara radikal dari orientasi awal yakni cara otoritarian tradisional ke arah yang lebih tepat yaitu mengajar setiap anak untuk berpikir secara efektif bagi dirinya sendiri.
3)   Liberalisme Non Direktif
Kaum liberalisme non direktif akan sepakat terhadap pandangan bahwa tujuan dan cara pelaksanaan pendidikan perlu diarahkan pada pendidikan yang mengajar siswa untuk memecahkan masalah-masalahnya secara efektif. Namun mereka ingin mengurangi seluruh batasan dengan cara melenyapkan hal-hal seperti wajib belajar dan pengajaran mata pelajaran wajib, kemudian mengganti wewenang lembaga dengan kebebasan para siswa untuk memilih apakah mereka ingin belajar atau tidak, apa yang ingin dipelajari dan memberi mereka kebebasan untuk memilih pengalaman-pengalaman pendidikan apapun yang mereka anggap paling relevan dengan kebutuhan-kebutuhan personil mereka. Dengan kata lain siswa sendirilah yang menentukan apakah mereka ingin belajar sesuatu atau tidak menetapkan kapan, di mana, dan sejauh mana mereka ingin belajar.
b.    Liberasionisme Pendidikan
Liberasionisme pendidikan berpandangan bahwa pendidikan hendaknya ditujukan untuk memajukan kebebasan-kebebasan individu dan mempromosikan perwujudan potensi-potensi diri semaksimal mungkin. Seklah harus bersifat objektif. Sekolah memiliki fungsi tidak hanya mengajarkan pada sisiwa bagaimana cara berpikir yang efektif, tetapi juga membantu siswa tentang kebijakan tertinggi yang ada di dalam pemecahan masalah secara intelek dan meyakinkan. Liberasionisme pendidikan mendasarkan diri pada sistem kebenaran yang terbuka , mencakup komitmen terhadap rangkaian tindakan apapun yang didukung oleh kesepakatan yang sarat pengetahuan dan bersifat objektif dalam komunitas intelektual.[12]
c.    Anarkhisme Pendidikan
Secara umum pandangan anarkhisme pendidikan sama dengan liberalisme dan liberasionisme pendidikan, yaitu menerima sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka dengan prinsip penalaran ilmiah melalui pembuktian. Anarkhisme pendidikan berpandangan perlunya meminimalisir dan ataumenghapuskan hambatan kelembagaan terhadap tindakan profesional. Pendekatannya adalah mengusahakan percepatan perombakan humanistik berskala besar.[13]

3.    Pengaruh Positivisme dalam Paradigma Liberal
Menurut Schoyer, positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari pandangan, metode dan teknik ilmu alam memahami realitas. Positivisme sebagai suatu aliran filsafat berakar dari tradisi ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni dengan kepercayaan adanya universalisme dan generalisasi, melalui metode detenninasi, fixed law atau kumpulan hukum teori.
Positivisme berasumsi bahwa penjelasan tunggal dianggap appropriate untuk semua fenomena. Oleh karena itu mereka percaya bahwa riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati dengan metode ilmiah yang obyektif dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan diverifikasi dengan metode scientific. Dengan kata lain, positivisme mensyaratkan pemisahan fakta dan nilai menuju pemahaman obyektif atas realitas sosial.[14]

C.  Ideologi Pendidikan dalam Paradigma Konservatif
1.    Konsep Paradigma Konservatif dalam Pendidikan
Faham ideologi ini, memandang bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan salah satu hukum keharusan alami, suatu yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan ketentuan sejarah. Perubahan sosial bagi penganut faham ini bukanlah sesuatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan hanya akan membuat manusia lebih sengsara saja. Dalam bentuknya yang paling klasik, kaum konservatif berkeyakinan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak bisa merencanakan perubahan atau paling tidak mempengaruhi perubahan sosial, hanya Tuhanlah yang merencanakaan keadaan masyarakat dan hanya Dia yang tahu makna dibalik semua itu. Dengan demikian, kaum konservatif lama tidak menganggap rakyat memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk merubah kondisi mereka.[15]
2.    Tradisi Pokok Ideologi Konservatif
Ideologi pendidikan konservatif memiliki tiga tradisi pokok yaitu:[16]
a.    Fundamentalisme Pendidikan
Fundamentalisme Pendidikan meliputi semua corak konservatisme poitik yang pada dasarnya anti intelektual dalam arti ini bahwa mereka ingin meminimalkan pertimbangan-pertimbangan filosofis atau intelektual, serta cenderung mendasarkan diri pada permintaan tanpa kritik terhadaap kebenaran yang diwahyukan atau konsensus sosial yang sudah mapan. Penerimaan tanpa kritik ini biasanya di absahkan pada akal sehat.
Dalam kondisi pokok fundamentalisme pendidikan terdapat dua varian yaitu: fundamentalisme pendidikan religius dan fundamentalisme pendidikan sekuler. Masing-masing memiliki corak dan fokus pendidikan tertentu. Meskipun keduanya sama-sama anti intelektual. Keduanya dapat digolongkan memiliki tradisi filsafat pendidikan Parenialisme yang mengagungkan warisa leluhur dan senioritas.
Fundamentalisme pendidikan religius tampak pada gereja-gereja Kristen Katolik tertentu yang lebih fundamentalis. Mereka memiliki pandangan atas kenyataan yang kaku dan tekstual.
 Fundamentalisme pendidikan sekuler memiliki ciri mengembangkan komitmen yang sama tidak luwesnya bila dibandingkan dengan fundamentalisme pendidikan religius. Pandangan yang tidak luwes ini dilakukan terhadap cara pandang dunia melalui “akal sehat” yang disepakati, yang umumnya menjadi pandangan dunia”orang biasa”. Fundamentalisme pendidikan sekuler lebih menekankan pada nasionalisme dan patriotisme.[17]
b.    Intelektualisme Pendidikan
Intelektualisme pendidikan muncul dari konservatisme politik yang mendasarkan diri pada pemikiran filosofis atau religius yang otoritarian. Intelektualisme pendidikan inggin mengubah praktek-praktek politik dan pendidikan demi menyesuaikan secara lebih sempura dengan cita-cita intelektual atau rohaniah yang sudah mapan dan tak bervariasi. Semua pandangan dan pemikiran dari intelektualisme pendidikan adalah tradisi filsafat pendidikan Esensialisme.[18]
c.    Konservatisme Pendidikan
Konservatisme Pendidikan berakar pada konservatisme politik yang memiliki corak mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu. Konservatisme menekankan sikap hormat terhadap hukum dan tatanan sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif.
Konservatisme Pendidikan beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan pola-pola sosial serta tradisi-tradisi yang sudah mapan. Ada dua ungkapan dasar yang dipegang teguh oleh konservatisme pendidikan. Pertama, peran sentral pelatihan rohaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral yang paling tepat. Kedua, perlunya melestarikan dan meneruskan keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek yang sudah ada sebagai cara untuk menjamin pertahanan hidup secara sosial.[19]



















BAB  III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Ideologi  pendidikan dapat diartikan sebagai ideologi adalah seperangkat nilai atau cara berpikir yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan pendidikan.
2.      Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar dari cita-cita Barat tentang individualisme. Menurut ideologi liberal, tugas pendidikan juga tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi. Namun demikian, proses pendidikann tidak boleh lepas sama sekali dengan kondisi-kondisi eksternal, namun harus bisa menyesuaikan diri terhadap konndisi-kondisi tersebut. Ideologi liberal bercabang menjadi tiga tradisi pokok yaitu libelarisme pendidikan, liberasionisme pendidikan, dan anarkhisme pendidikan. Paradigma liberal ini juga dipengaruhi oleh positivisme.
3.      Faham ideologi konservatif memandang bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan salah satu hukum keharusan alami yang mustahil dihindari serta merupakan ketentuan sejarah. Perubahan sosial bagi penganut faham ini bukanlah sesuatu yang harus diperjuangkan. Ideologi konsevatif bercabang menjadi tiga tradisi pokok yaitu fundamentalisme pendidikan, intelektualisme pendidikan, dan konservatisme pendidikan.

B.  Saran
Ideologi merupakan suatu dasar yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Baik ideologi liberal maupun konservatif memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, oleh sebab itu tugas pendidik adalah memilah kelebihan dari berbagai ideologi dalam pendidikan untuk diterapkan dalam pembelajaran. Terlepas dari itu semua, penulis menyadari adanya kekurangan dalam makalah ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk hasil yang lebih baik ke depannya.  


DAFTAR  PUSTAKA

Arif Rahman. 2012.  Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi. (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, cet. 1).
Bagus Takwin. 2009. Akar-akar Ideologi. (Yogyakarta: Jalasutra, cet. 2).
http://kbbi.web.id, diakses pada 24/02/2017
M.Yunus Abu Bakar, Pengaruh Paham Liberalisme dan NeoliberalismeTerhadap Dunia Pendidikan di Indonesia, Jurnal TSAQAFAH Vol. 8, No.1, April 2012, (Ponorogo: Universitas Darussalam Gontor).
Toto Rahardjo, Mansour Fakih, Roem Topatimasang. 2010. Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis, (Yogyakarta: INSIST Press).



[1] Arif Rahman, Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, cet. 1 2012) 60.
[2] Bagus Takwin, Akar-akar Ideologi, (Yogyakarta: Jalasutra, cet. 2, 2009) 27.
[3] Ibid., 27.
[4] http://kbbi.web.id/liberal, diakses pada 24/02/2017.
[5] Arif Rahman, Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, 63-64.
[6] Toto Rahardjo, Mansour Fakih, Roem Topatimasang, Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis, (Yogyakarta: INSIST Press, 2010) 24.
[7] Ibid., 24-25.
[8] Arif Rahman, Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, 64.
[9] Arif Rahman, Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, 65-66.
[10] Ibid., 65.
[11] M.Yunus Abu Bakar, Pengaruh Paham Liberalisme dan NeoliberalismeTerhadap Dunia Pendidikan di Indonesia, Jurnal TSAQAFAH Vol. 8, No.1, April 2012, (Ponorogo: Universitas Darussalam Gontor). 152-153
[12] Arif Rahman, Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, 65-66.
[13] Ibid., 66.
[14]  Toto Rahardjo, Mansour Fakih, Roem Topatimasang, Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis, (Yogyakarta: INSIST Press, 2010) 25-26.
[15] Arif Rahman, Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, 60-61.
[16] Arif Rahman, Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, 62-63.
[17] Ibid., 62.
[18] Arif Rahman, Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, 63.
[19] Ibid., 63.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar