HADITS TENTANG PENDIDIKAN FISIK DAN RASIO
Disusun untuk Memenuhi Tugas Hadits Tarbawi
Dosen Pengampu: Syaiful Muda’i, M.Sy
Oleh:
Aqim Durrotul Aimmah
Dewi Martalia K.
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM
2016
HADITS TENTANG PENDIDIKAN FISIK DAN RASIO
A. Pendahuluan
Menurut Murtadha Muttahhari, dalam
al-Quran digambarkan manusia sebagai suatu makhluk pilihan Tuhan, sebagai
khalifahnya di bumi, serta sebagai makhluk yang semi samawi semi duniawi yang
dalam dirinya ditanamkan sifat mengakui Tuhan, bebas, bertanggung jawab
terhadap dirinya maupun alam semesta, serta dikaruniai keunggulan untuk
menguasai alam semesta, langit dan bumi. Kemajuan mereka dimuali dari ketidak
mampuan yang kemudian bergerak ke arah kekuatan, tetapi itu tidak akan
menghilangkan kegelisahan mereka, kecuali dengan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Mereka memiliki keluhuran dan martabat naluriah. Dan mereka dapat leluasa
memanfaatkan nikmat dan karunia yang dilimpahkan Allah. Tetapi dengan kedudukan
yang demikian, manusia sering melupakan hakikat dirinyasebagai hamba Allah.
Manusia sering bertindak sewenang-wenang, tidak mematuhi aturan yang mengikat
dirinya, dan sering merasa takabur terhadap Allah. Manusia sendiri terdiri dari
tiga aspek, yaitu: [1]
1.
Aspek jasmani, kata jasmani
berasal dari bahasa Arab al-Jism yang bermakna tubuh. Pengakuan akan pentingnya
jasmani juga terdapat dalam berbagai ayat al-Quran.
2.
Aspek akal, bahwa dalam
setiap individu memiliki akal sebagai kelebihan yang membedakannya dengan
makhluk lain.
3.
Aspek ruhani, ruh dalam
diri manusia itu ada meski tidak dapat didefinisikan, karena ruh adalah urusan
Allah dan pengetahuan manusia masih terlalu sempit untuk dapat mengetahui ruh.
Dengan adanya tiga aspek ini tentunya
manusia harus mampu menjaga dan memanfaatkannya. Dengan pendidikan, manusia
akan mampu mengembangkan aspek tadi secara maksimal, ditambah dengan adanya
rambu-rambu dari al-Quran maupun hadits sehingga pengembangan potensi tersebut
akan optimal dan tetap sesuai dengan tuntunan agama.
B. Pembahasan
1. Pendidikan Fisik
Setiap manusia memiliki fisik (jasmani)
yang mempunyai kebutuhan yaitu makan dan minum. Karena secara umum tanpa makan
dan minum, manusia akan mati. Akan tetapi ada tata cara yang harus diperhatikan
dalam makan dan minum, dan itu semua bertujuan untuk menjaga kesehatan fisik.
Berkaitan dengan hal ini Rasulullah bersabda:
وَعَنْ أَبِي كَرِيْمَةَ الْمِقْدَادِ بْنِ
مَعْدِي كَرِبَ, عَنِ النَبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَا مَلأ
آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطِّنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ اُكُلَاتٌ
يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ
كَانَ لَا مَحَالَةً فَثُلُثٌ
لِطَعَامِهِ وَ ثُلُثٌ
لِشَرَابِهِ وَ ثُلُثٌ لِنَفَسِهِ. رَوَاهُ التُّرْمُذِيُّ
Artinya: “Dari Abi Karimah al-Miqdad
bin Ma’di Kariba berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: tidak ada
yang lebih jahat daripada yang memadati perutnya. Cukuplah seseorang dengan
beberapa suap makanan untuk menguatkan badannya. Jika perlu ia makan, hendaklah
perutnya diisi sepertiga makanan, sepertiga air (minum), dan sepertiga lagi
untuk udara (bernafas).” HR. Tirmidzi.[2]
Hadits tersebut menerangkan kepada kita
bahwa dalam pemenuhan kebutuhan fisik terdapat aturan dan anjuran dari
Rasulullah, bagaimana seharusnya kita mengisi lambung sehingga tidak mual
karena terlalu kosong, ataupun sesak napas karena terlalu banyak makanan yang
masuk ke lambung. Dalam hal ini Rasulullah menganjurkan untuk membagi ruang
dalam lambung menjadi tiga bagian. Pada bagian pertama diisi makanan, bagian
kedua diisi air atau minuan, dan bagian terakhir diisi udara. Keseimbangan
antara tiga ruangan ini tentu akan membawa dampak positif bagi kesehatan tubuh.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam hal makan dan minum, yaitu: 1) perut yang besar adalah rumah penyakit,
sedangkan menjaga diri sebelum sakit adalah pokok pangkal pengobatan, karena
jika seseorang sudah terlanjur sakit akan sulit untuk diobati, dan tentunya
akan memakan waktu juga biaya dalam pengobatannya. 2) Bukan banyaknya makanan
yang menyebabkan kuatnya tubuh, tetapi makan secukupnya yang akan menjadikan
tubuh sehat, bersemangat dalam belajar maupun bekerja, serta akan melancarkan
otak dlam berpikir. 3) Ketika lambung sudah banyak terisi oleh makanan, maka
akan sempit ruang bagi air, sehingga berkurang pula ruang untuk udara. Jika
sudah terjadi hal yang demikian, metabolisme tubuh akan menurun dan akan
berakhir dengan kemalasan untuk beraktifitas.[3]
Selain membagi kapasitas lambung menjadi
tiga bagian tersebut, beberapa adab makan lainnya adalah membaca basmallah
sebelum makan, makan menggunakan tangan kanan, makan
dengan menggunakan tangan kanan karena menurut riwayat setan makan
dengan menggunakan tangan kirinya. Tangan kanan lebih mulia daripada tangan
kiri dan biasanya tangan kanan lebih kuat daripada tangan kiri. Selain dari itu
Islam mengajarkan untuk menjaga jadwal menu
makan dengan baik. Manusia diajarkan mengonsumsi berbagai variasi makanan
dengan cukup dan tidak berlebih-lebihan.
Dalam
kaitannya dengan pendidikan, asupan gizi dari makanan yang diamakan oleh
seseorang tentu berpengaruh terhadap metabolisme tubuh dan kerja otak. Karena memang hubungan gizi
nutrisi terhadap kesehatan dan kecerdasan
adalah berkaitan erat dalam hal ini. Kecerdasan, keterampilan dan perkembangan
serta pertumbuhan dan juga mental psikologi.
Selain dari sisi pemenuhan kebutuhan makan dan minum,
Rasulullah juga menganjurkan beberapa kegiiatan yang berkaitan dengan fisik
seperti dijelaskan dalam hadits berikut
عَنْ عُقْبَةُ بْنُ عَامِرٍ
قَالَ قَالَ رَسُلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ إِنَّ اللهَ يُدْخِلُ
بِالسَّهْمِ الْوَاحِدِ ثَلَاثَةَ نَفَرٍ الْجَنَّةَ صَانِعَهُ يَحْتَسَبُ فِي صُنْعِهِ
الْخَيْرَ وَالرَّمِيَ بِهِ وَمُنَبِّلَهُ وَارْمُوا وَاَرْكَبُوا وَأَنْ تَرْمُوا
أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا وَلَيْسَ اللَّهوُ إِلاَّ فِي ثَلاَثَةٍ
تَأْدِيبِ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمُلاَعَبَتِهِ امْرَأَتَهُ وَرَمْيِهِ بِقَوْسِهِ
وَنَبْلِهِ وَ مَنْ تَرَكَ الرَّمْيَ بَعْدَ مَا عَلِمَهُ رَغْبَةً عَنْهُ
فَإِنَّهَا نِعْمَةٌ كَفَرَهَا أَوْ قَالَ كَفَرَ بِهَ (النسائي)
Artinya: “Dari Uqbah bin Amir berkata: Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya Allah memasukkan tiga orang ke surga sebab satu panah;
pembuatnya yang mengharapkan kebaikan dalam pembuatannya, pemanah dan pemberi
anak panah. Panahkah dan berkendaralah dan panahanmu lebih aku cintai daripada
engkau berkendaraan. Tidak ada permainan melainkan pada tiga perkara;
pengajaran seseorang pada kudanya, bermain-main dengan istrinya, dan memanah
dengan busur dan anak panah. Barang siapa yang meninggalkan memanah setelah ia
terampil karena benci, maka sesungguhnya ia nikmat yang dikufuri atau bersabda;
ia mengkufurinya.” HR. Al-Nasa’i dan Al-Turmudzi.
Islam mengajarkan keterampilan yang bermanfaat baik untuk di
dunia maupun di akhirat. Banyak sekai hadits lain yang mengajarkan keterampilan
diantaranya mengajarkan berenang, menunggang kuda, memanah, dan lain-lain.
Keterampilan memanah sendiri pada masa itu memang diperlukan dalam peperangan.
Sementara saat ini dalam mengikuti kemajuan zaman, berbagai bentuk keterampilan
lainnya asal dengan niat yang baik untuk kemajuan dan kemashlahatan umat Islam,
meningkatkan taraf hidup umat Islam, dan lain-lain sama dengan jihad. Dalam
hadits juga diterangkan bahwa tiga keterampilan yang diperbolehkan dan mendapat
pahala, yaitu: melatih kuda, bersenda gurau bersama istri, dan memanah.
Maknanya segala sesuatu yang mendukung kebenaran baik ilmu teoritis maupun
terapannya tergolong permainan yang dianjurkan dengan catatan pada hal-hal yang
mubah bukan haram, seperti lomba lari, mengendarai kuda, mobil, dan berbagai
bentuk olah raga lainnya
Dari hadits diatas dapat diketahui bahwa dalam rangka
memenuhi kebutuhan fisik tidak hanya melului makanan dan minuman, juga harus
ditunjang dengan aktifitas yang dilakukan dengan gerakan tubuh yang teratur
dengan tujuan meningkatkan berbagai kemampuan tubuh dan menambah kecekatan
geraknya. Hal ini dilakukan untuk menjaga tubuh agar kuat, aktif, dan energik.
Pendidikan jasmani bekerja untuk mengarahkan energi-energi yang terbentuk
sejalan dengan tuntutan-tuntutan diri manusia secara sinergis. Semua
keterampilan hendaknya dikuasai oleh umat Islam dan diberikan kepada anak didik
baik yang meningkatkan kesehatan metabolisme seperti olah raga, maupun
keterampilan murni untuk meningkatkan kualitas sains dan teknologi. Oleh
karenanya, ada larangan bagi seseorang yang telah menguasai suatu ilmu dan
terampil melakukannya untuk melupakan ilmu tersebut karena benci. Perbuatan
tersebut merupakan bentuk kufur terhadap nikmat.
Hal ini juga membuktikan bahwa pendidikan dalam Islam tidak
hanya memperhatikan meteri agama tetapi juga materi keterampilan bersifat
duniawi secara bersamaan. Tetapi letak materi keterampilan ini sebagai sarana
pendukung untuk mencapai kesempurnaan dalam beragama. Adanya aktifitas fisik
ini selain dalam rangka menjaga kebugaran fisik, tentu juga berpengaruh pada
kesehatan psikis. Dimana dalam pelaksanaanya selain sebagai sarana olah raga
juga menjadi sarana hiburan untuk membantu menimbulkan semangat dalam
melaksanakan kewajiban. Karena pada dasarnya tubuh akan mencapai titik jenuhnya
jika terus menerus dipacu untuk serius tanpa jeda untuk mengistirahatkan dari
rutinitas. [4]
Sesungguhnya kita diciptakan oleh Allah mempunyai tugas
tertentu yaitu agar kita senantiasa mengabdikan diri kepada Allah serta
mentaati dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan adanya
karunia yang berupa fisik, manusia dituntut untuk bersyukur atas apa yang
diterimanya, dengan cara memperbanyak ibadah. Terkait dengan hal ibadah,
manusia yang sudah berkeluarga terutama seorang suami mempunyai kewajiban untuk
memberi nafkah lahir dan bathin kepada keluarganya. Hal ini juga termasuk
sebagai pemanfaatan fisik, seperti dalam sabda Rasulullah berikut
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ : دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى
سَبِيْلِ اللهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ
فِى رَقَبَةٍ وَدِيْنَارٌ
تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
أَعْظَمُهَا أَجْرًا اَلَّذِى أَنْفَقْتَهُ
عَلَى أَهْلِكَ. رَوَاهُ
مُسْلِمٌ
Artinya: “Harta yang engkau infaqkan
di jalan Allah, harta yang engkau infaqkan untuk memerdekakan budak, harta yang
engkau infaqkan untuk orang-orang miskin, dan harta yang engkau infaqkan untuk
keluargamu, ganjaran yang lebih besar adalah yang engkau infaqkan untuk
keluargamu.” HR. Muslim dan Ahmad.[5]
2. Pendidikan Rasio
Rasio yang menurut kamus besar bahasa Indonesia
didefinisikan sebagai pemikiran menurut akal sehat merupakan salah satu materi
yang dapat membentuk
pola pikir seorang anak mengarah pada sesuatu yang bermanfaaat, memiliki pola
pemikiran yang cerdas, sehingga pemikirannya menjadi matang, dan memiliki
keilmuan yang tinggi. Selain rasio yang
identikkan dengan akal, kini muncul lagi istilah logika, nalar, intelegensi dan
juga intelektual.
a. Akal adalah segala
sesuatu yang merupakan perpaduan dari ungsur rasio dan hati. Karena, segala
sesuatu yang masuk akal belum tentu dapat dirasionalkan, hal ini dikarenakan
fungsi rasio belum bersamaan dengan ungsur hati. Akal menurut Drs Sidi Gazalba
dalam bukunya ‘Ilmu dan Islam’, pengertian akal mula-mula mengikat atau menahan
dan membedakan. Sehingga, akal merupakan tenaga yang menghubungkan diri
dari mahluk yang memilikinya, dari perbuatannya dan membedakan dari
mahluk-mahluk lainnya. Sedangkan menurut Prof.Dr. Harun Nasution dalam
karyanya ‘Akal dan Wahyu’ dalam Islam, akal juga berarti al-Hijr yaitu menahan,
al-‘Aqil ialah orang yang menahan dan mengekang hawa nafsu. Orang aqil orang
yang dapat menahan amarah dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan
yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
b. Logika adalah hasil
pertimbangan rasionalitasan yang diutarakan lewat kata, percakapan dan
dinyatakan dalam bahasa.
c. Nalar adalah proses
berfikir yang bertolak dari pengalaman indra, yang mengahaasilkan sejumlah
konsep dan pengertian. Berasarkan pengamatan yang sejenis juga akan membentuk
poposisi-roposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar.
d. Intelegensi berasal
dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu
“Intellectus dan Intelligentia” yaitu, suatu kemampuan mental yang melibatkan
proses berpikir secara rasional, terarah dan menghadapai lingkungan secara
efektif. Oleh karena itu, intelegensi sebenarnya tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan
manifestasi dari proses berpikir rasional.
e. Intelektual berasal
dari bahasa Inggris intellectual yang artinya cerdas, pandai atau kemampuan
berfikir seseorang terhadap permasalahan nyata disekitar kita dan kecerdasan
menggunakan pengalaman secara tajam, tepat dan bermanfaat.
Walaupun logika dan
rasio merupakan sama-sama hasil dari pemikiran akal sehat tetapi tetap memilki
perbedaan. Rasio memiliki ciri-ciri yang paling mencolok dari ketiga hasil
pemikiran tersebut. Karena rasio merupakan hubungan taraf atau bilangan antara
dua hal yang mirip. Logika lebih komplek dari pada nalar. Karena logika dibuat
dengan penjelasan yang dinyatakan dengan dalam bahasa. Sedangkan nalar
merupakan proses berfikir yang bertolak dari pengamatan indera atau biasa
disebut dengan insting. Sedangkan intelegensi menurut Spearman da Wynn
mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan yang melengkapi
rasionalitasan manusia tunggal pengetahuan sejati. [6]
Dalam Islam sendiri manusia dituntut
untuk dapat berpikir secara rasional baik dalam bentuk teritis maupun praktis.
Salah satu hadits yang menerangkan tentang rasio adalah sebagai berikut
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اْللهُ
عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : لاَ
يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ، وَلاَ يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ،
اَنَّهُ إِذَا مَاتَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ، وَ إِنَّهُ لاَ يَزِيْدُ الْمُؤْمِنَ
عُمْرُهُ إِلاَّ خَيْرًا. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya: “Rasulullah bersabda:
Janganlah salah seorang diantara kalian mengharapkan kematian dan jangan pula
berdoa mengharapkannya sebelum tiba waktunya. Sebab, jika salah seorang
diantara kalian meninggal dunia, maka akan terputus amalnya. Sesungguhnya
tidaklah seorang mukmin bertambah umurnya melainkan berupa kebaikan.” (H.R Imam Muslim)[7]
Berpikir rasional dalam konteks hadits
ini adalah agar manusia tidak putus asa dalam menjalani hidupnya. Ketika menghadapi kehidupan di
dunia ini, manusia selalu berhadapan dengan dua keadaan silih berganti. Suatu
saat merasakan suka, saat lain merasakan duka. Pada saat bahagia, terkadang
manusia menjadi lupa. Sebaliknya, saat duka mendera, seringkali manusia
berkeluh kesah. Bagi hamba Allah Swt yang beriman, hidup adalah ujian.
Selama hidup, selama itulah kita diuji Allah sebagai pencipta, penguji, dan
penentu siapa yang lebih baik amalnya diantara umat-umat-Nya.
Berkaitan
dengan ujian itu sendiri terdapat berbagai macam ujian yaitu dalam bentuk
perintah, larangan, musibah, nikmat, ujian dari orang dzalim, ujian dari
keluarga, dan ujian dari lingkungan. Dalam menghadapi berbagai ujian inilah
hendaknya seseorang tidak mudah berputus asa apalagi sampai berdoa mengharapkan
kematian untuk menghindarkan diri dari ujian tadi. Karena pada dasarnya Allah
pun tidak akan menguji melebihi batas kemampuan hambanya, terutama hamba yang
mau meminta pertolongan-Nya dan senantiasa bersabar.
Seseorang dilarang mengharapkan
kematian, bahkan ketika ia menghadapi ujian yang berat seperti yang dialami
Khobbab bin al-Arrat. Dimakruhkannya mengharap kematian ini bukan berarti benci
bertemu Allah, dalam hadits lainnya juga disebutkan bahwa seseorang yang senang
bertemu dengan Allah, maka Allah juga akan senang bertemu dengannya, seperti
ketika seseorang mendengan berita tentang rahmat, keridhoan maupun surga. Dan
sebaliknya jika seseorang membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah juga akan
membenci pertemuan dengannya, seperti seorang kafir yang ketika mendengar
berita tentang adanya adzab dan kemurkaan Allah. Ataupun ketika seseorang
dicabut nyawanya dan mengetahui apa yang akan ia jalani setelahnya sebagai
nikmat sehingga ia berbahagia bertemu dengan Allah, dengan mereka yang membenci
ketika dicabut nyawanya dan mengetahui tempatnya kembali merupakan kejelekan.
Dalam hadits diatas dapat diketahui
bahwa kehidupan seorang mukmin adalah lebih baik. Sebab ketika dia meninggal,
maka akan terputus semua amalnya. Oleh karenanya seorang hamba diharuskan untuk
mampu bersabar dalam menghadapi cobaan dan tidak gelisah, sebab kegelisahan
merupakan salah satu bentuk ketidak relaan terhadap takdir Allah. Seorang hamba
yang beriman hendaknya memasrahkan segala urusannya pada Allah serta senantiasa
berusaha mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat dengan memperbanyak
beribadah dan menjauhi larangan-Nya.
C. Kesimpulan
1.
Pendidikan fisik merupakan
pendidikan yang mengupayakan untuk pemenuhan kebutuhan fisik seseorang, baik
berupa kebutuhan primer berupa makan dan minum, maupun kebutuhan sekunder
seperti akifitas pengembangan fisik berupa olah raga. Yang kesemuanya itu
dimaksudkan untuk menunjang pelaksanaan ibadah seseorang terhadap Allah SWT.
2.
Pendidikan rasio adalah
pendidikan yang mengarahkan manusia untuk senantiasa menggunakan akal
pikirannya dalam bertindak, sehingga apa yang ia lakukan dapat diterima akal
sehat, tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain, serta tetap berada dalam
koridor agama, baik ketika berada dalam
kesenangan mupun kesulitan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid Khon, Hadis
Tarbawi, (Jakarta: Kencana, 2012)
Abu Zakariya Yahya An-Nawawi, Riyadhus
Sholihin (Semarang : Toha Putra, Tt)
Ade
Hashman, Rahasia Kesehatan Rasulullah, (Jakarta: Noura Books, 2012)
Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Islam (Bandung: Rosda, 2013)
Shindunata, Dilema Usaha Manusia Rasional,
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 1983)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar