TEORI KONFLIK DAN BERBAGAI RAGAM TENTANG
PERISTIWA KONFLIK
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Manajemen
Konflik
Dosen Pengampu
:
Idam
Mustofa, M.Pd.
Disusun Oleh:
1.
Aqim Durrotul Aimmah
2.
Dewi Martalia K.
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM DARUSSALAM
TANJUNGANOM
NGANJUK
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang
senantiasa memberikan petunjuk, bimbingan dan inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “TEORI
KONFLIK DAN BERBAGAI RAGAM TENTANG PERISTIWA KONFLIK”.
Sholawat serta salam keharibaan Nabi
Muhammad SAW yang menganjurkan umatnya untuk mengajar, belajar dan mendengar
serta menekankan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
Dengan terselesaikannya makalah ini,
kami mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Idam Mustofa, M.Pd.,
selaku dosen pengampu.
2.
Orang tua kami yang senantiasa memberi do’a serta dukungan kepada
kami.
3.
Pihak-pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Nganjuk, 23 Januari 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
A.
Teori-teori Konflik............................................................................... 2
B.
Aliran-aliran Konflik............................................................................ 4
C.
Faktor-faktor Penyebab Konflik.......................................................... 5
D.
Jenis-jenis Konflik............................................................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................................... 13
A. Kesimpulan.......................................................................................... 13
B. Saran.................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses
atau gagalnya suatu organisasi atau usaha. Salah satu pengetahuan dan
keterampilan yang perlu dikuasai oleh para pemimpin, manajer, dan administrator
adalah konflik dan manajemen konflik. Karena dalam melaksanakan tugasnya mereka
akan selalu menghadapi konflik. Konflik ini dapat terjadi antara pemimpin dan
bawahan, antar bawahan, dan antar
anggota organisasi maupun pihak di luar organisasi. Tanpa pengetahuan dan
keterampilan memanajemen konflik, mereka tidak akan mempu menyelesaikan konflik
yang mereka hadapi.
Konflik merupakan salah satu esensi dari
kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik yang beragam.
Konflik dapat bersifat destruktif maupun konstruktif. Beragamnya faktor
penyebab terjadinya konflik, dan berbagai jenis konflik yang mungkin dihadapi
inilah yang kemudian memunculkan teori-teori atau pendekatan mengenai konflik.
Makalah ini akan membahas teori-teori, aliran-aliran, faktor-faktor penyebab,
dan jenis-jenis konflik.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut
1.
Bagaimana
teori-teori yang berkembang tentang konflik?
2.
Bagaimana aliran-aliran dalam konflik?
3.
Apa saja faktor-faktor yeng menyebabkan
terjadinya konflik?
4.
Apa saja jenis-jenis konflik?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini antara lain
1.
Mengetahui teori-teori yang berkembang
tentang konflik.
2.
Mengetahui aliran-aliran dalam konflik.
3.
Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
konflik.
4.
Mengetahui jenis-jenis konflik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori-teori
Konflik
Sebelum membahas mengenai teori atau pendekatan
mengenai konflik, terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai definisi konflik itu
sendiri. Istilah konflik berasal dari bahasa Latin confligo yang terdiri
atas dua kata yakni con yang berarti bersama-sama, dan fligo yang
berarti pemogokan, penghancuran, atau peremukan. Kata ini diserap oleh bahasa
Inggris menjadi conflict yang berarti a fight, struggle, a
controversy, a quarrel, active opposition, hostility (pertarungan,
perebutan kekuasaan, persengketaan, perselisihan, perlawanan yang aktif,
permusuhan).[1]
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata konflik berarti pertentangan atau
percekcokan. Konflik dapat terjadi pada diri seseorang ataupun didalam kalangan
yang lebih luas.[2]
Dalam organisasi, istilah ini menjadi konflik organisasi. Beberapa ahli mengemukakan pendapat mereka
mengenai pengertian konflik, antara lain: [3]
1. Killman
dan Thomas, konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antarnilai atau
tujuan yag ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam
hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat
mengganggu, bahkan menghambat tercapainya emosi yang memengaruhi efisiensi dan
produktifitas kerja.
2. Stoner,
konflik organisasi mencakup ketidak sepakatan soal alokasi sumberdaya yang
langka atau perselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau
kepribadian.
3. Daniel
Webster, persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu
sama lain dan keadaan atau perilaku yang bertentangan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat digaris
bawahi bahwa konflik adalah pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok
satu sama lain.
Munculnya konflik dilatarbelakangi oleh adanya
ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan budaya. Sebagaimana
dikutip Saefullah dari beberapa ahli, pemicu konflik diuraikan sebagai berikut: [4]
1. Pertentangan
Du Brin
mengatakan bahwa konflik mengacu pada pertentangan antarindividu, kelompok,
atau organisasi yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat yang saling
menghalangi dalam pencapaian tujuan.
2. Perilaku
Tjosfold
memandang konflik dalam organisasi sebagai perilaku yang berlawanan atau
bertentangan.
3. Hubungan
Martinez
dan Fule mengatakan konflik adalah hubungan yang terjadi antara dua orang,
kelompok ataupun golongan.
4. Situasi
Nelson
dan Quick melihat konflik sebagai situasi ketika tujuan, sikap, emosi, dan tingkah
laku yang bertentangan menimbulkan oposisi dan sengketa dua kelompok atau
lebih.
Dengan demikian, pemicu konflik adalah
ketidakcocokan individu dalam hal, nilai, tujuan, status dan budaya yang
kemudian berlanjut menjadi sebuah pertentangan antar individu.
Berkaitan dengan konflik sendiri, Rusdiana kemudian
mencatat beberapa teori atau pendekatan mengenai konflik, di antaranya: [5]
1. Teori
Dialetika (Karl Max)
Marx
membangun teorinya dari filsafat Hegel dan Feuerbach. Marx mengambil dialetika
gagasan dari Hegel yang lalu dipadu dengan material religius dari Feuerbach
sehingga menghasilkan dialetika materialistis. Dialetika Marx adalah hubungan
timbal balik antara materi dan pikiran. Materi diubah oleh proses pemikiran
sementara pada saat yang sama pikiran diubah oleh perwujudannya dalam benda
material.
2. Teori
Sistem Dunia (Wellerstein)
Teori
ini memaparkan tentang ketergantungan antarnegara yang pada hakikatnya merupakan
struktur kapitalis. Sebagai sebuah sistem, negara pinggiran menjadi bergatung
pada negara pusat. Pola struktur di lingkup antar negara ini menyerupai pola
struktur di tataran dunia, yaitu eksploitasi antar kelompok.
3. The
Power Elite (Wright Mills)
Teori
ini menyebutkan bahwa kekuasaan dalam masyarakat tidak tersebar secara merata.
Kekuasaan lebih banyak atau memusat pada elite. Dengan kuasanya itu, elite
mampu mendominasi massa. Elite mendominasi melalui kekuasaan, kekayaan,
kehormatan, pengetahuan dan lain-lain. Menurut Mills, kekuasaan berawal dari
institusi dan psikologi sosial masyarakat. Kekuasaan diperoleh oleh individu
yang memegang kontrol atas institusi. Elite dan massa memiliki kepentingan yang
berbeda dan tidak sejalan sehingga lahir konflik.
4. Teori
Ideologi (Mannheim)
Konsep
ideologi secara khusus menjelaskan fenomena ideologi secara individual dan
psikologis, sedangkan konsep secara menyeluruh menjelaskan ideologi secara
sosiologikal dan budaya. Konsep ideologi secara
khusus diterapkan pada level kesadaran individu. Pentingnya ideologi
adalah ketika sebuah kelas dikatakan berhasil jika mampu memengaruhi kelas lain
untuk menerima nilai-nilai moral, politis, dan kultural. Ketika terjadi perang
ideologi antar kelas, kelompok kuat berusaha mendomiasi kelompok lemah dengan
mengedepankan ideologinya. Untuk kelas lemah, jika ingin mendominasi harus
mampu membangun kerja sama dengan kelompok lemah lain.
Dari berbagai pandangan di atas, pendekatan
konflik diantaranya teori Dialetika, teori Sistem Dunia, teori the Power Elite
dan teori Ideologi.
B. Aliran-aliran
Konflik
Ada yang berpandangan bahwa konflik sudah
menjadi hukum alam. Oleh karena itu tidak dapat dihilangkan karena manusia
diciptakan dalam keadaan berbeda-beda kepentingan. Sebaliknya konflik dikelola
sehingga membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Menurut Muhyadi,
konflik dipahami berdasarkan tiga sudut pandang atau aliran, yang mana
pendapatnya ini sejalan dengan Robbins yang menguraikan beberapa pandangan
mengenai konflik, yaitu: [6]
1. Pandangan
Tradisional (the traditional view)
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik
itu buruk. Konflik dilihat sebagai suatu yang negatif, merugikan, dan harus
dihindari. Konflik ini merupakan hasil disfungsional akibat komunikasi yang
buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan diantara orang-orang, dan kegagalan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan
Hubungan Manusia (the human relation view)
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap
sebagai peristiwa yang wajar terjadi dalam kelompok atau organisasi. Konflik
dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena dalam kelompok atau
organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh
karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat untuk
mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain konflik harus
dijadikan motivasi untuk melakukan inovasi.
3. Pandangan
Interaksionis (the interactionist view)
Pandangan
ini cenderung mendorong suatu kelompokatau organisasi agar terjadi
konflik. Hal ini disebabkan suatu
organisasi yang kooperatif, tenang, damai, serasi, cenderung menjadi statis,
apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu konflik perlu
dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan agar tiap anggota tetap
semangat, kritis, dan kreatif.
C. Faktor-faktor
Penyebab Konflik
Konflik sering kali merupakan salah satu
strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Pemimpin menggunakan
faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik untuk mengerakkan perubahan.
Tetapi konflik juga dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi objektif
yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Berikut adalah kondisi yang dapat
menimbulkan konflik sebagaimana dirumuskan oleh Wirawan. [7]
1.
Keterbatasan
sumber
Keterbatasan sumber yang diperlukan untuk
kehidupan menimbulkan terjadinya kompetisi untuk mendapatkan sumber tersebut
sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Dalam organisasi, sumber tersebut
dapat berupa anggaran, fasilitas kerja, jabatan, dan lain sebagainya. Sedangkan
dalam masyarakat sumber tersebut seperti lapangan pekerjaan.
2.
Tujuan
yang berbeda
Menurut Hocker dan Wilmot konflik terjadi
karena pihak yang terlibat mempunyai tujuan yang berbeda. Konflik bisa juga
terjadi karena tujuan pihak yang terlibat sama tetapi berbeda cara untuk
mencapainya.
3.
Saling
tergantung atau interdependensi tugas
Konflik dapat pula terjadi ketika pihak-pihak
yang terlibat memiliki tugas yang saling tergantung satu sama lain dan tidak
bisa meninggalkan satu sama lain tanpa konsekuensi negatif.
4.
Diferensiasi
organisasi
Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah
pembagian tugas dan spesialisasi tenaga kerja pelaksananya. Berbagai unit kerja
dalam birokrasi berbeda formalitas strukturnya, ada yang berorientasi pada
tugas, berorientasi pada hubungan, dan berorientasi pada waktu penyelesaian
tugas. Perbedaan ini dapat menimbulkan konflik karena perbedaan pola pikir,
perbedaan perilaku, dan perbedaan pendapat.
5.
Ambiguitas
yurisdiksi
Pembagian tugas yang tidak definitif akan
menimbulkan ketidakjelasan cakupan tugas dan wewenang unit kerja dalam
organisasi. Dalam waktu yang bersamaan, ada kecenderungan pada unit kerja untuk
menambah dan memperluas tugas dan wewenangnya. Keadaan ini sering menimbulkan
konflik antar unit kerja atau antar pejabatnya. Konflik jenis ini sering
terjadi pada organisasi yang baru terbentuk, dimana struktur organisasi dan
pembagian tugas belum jelas.
6.
Sistem
imbalan yang tidak layak
Konflik
antar karyawan dan manajemen sering terjadi ketika perusahaan menggunakan
sistem imbalan yang dianggap tidak layak oleh karyawan. Hal ini dapat memicu
konflik berupa pemogokan yang dapat merugikan karyawan, merugikan perusahaan,
merugikan konsumen, serta merugikan pemerintah.
7.
Komunikasi
yang tidak baik
Faktor komunikasi yang menyebabkan konflik
misalnya distorsi, informasi yang tidak tersedia dengan bebas, pengunaan bahasa
yang menyingggung, dan penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak yang
berkomunikasi.
8.
Perlakuan
yang tidak manusiawi atau melanggar hukum
Dengan
berkembangnya masyarakat madani dan adanya undang-undang hak asasi manusia,
pemahaman dan sensitivitas anggota masyarakat terhadap hak asasi manusia dan
penegakan hukum semakin meningkat. Perlakuan yang tidak manusiawi dan melanggar
hak asasi manusia di masyarakat dan organisasi menimbulkan perlawanan dari
pihak yang mendapat perlakuan tidak manusiawi.
9.
Beragam
karakteristik sistem sosial
Beragamnya suku, agama, dan ideologi dalam
masyarakat, sering diikuti dengan pola hidup yang eksklusif satu sama lain.
10. Kepribadian
yang beragam
Seseorang ada kalanya memiliki kepribadian yang
mudah menimbulkan konflik, seperti selalu curiga, berpikiran negatif, sombong,
egois, dan emosional. Sifat seperti ini mudah menyulut konflik ketika
berinterakssi dengan orang lain. Selain itu, perbedaan persepsi masing-masing
orang ataupun kesalahan persepsi sering kali memicu konflik.
11. Kebutuhan
Orang mempunyai kebutuhan yang berbeda satu
sama lain atau mempunyai kebutuhan yang sama akan sesuatu yang terbatas jumlahnya.
Kebutuhan merupakan pendorong perilaku manusia, jika kebutuhan seseorang
diabaikan atau terhambat, maka akan memicu konflik.
12. Perasaan
dan emosi
Satu orang dengan lainnya tentu memiliki
perasaan dan emosi yang berbeda. Sebagiaan orang yang terlalu mengikuti
perasaan dan emosinya menjadi tidak rasional saat berinteraksi dengan orang
lain. Perasaan dan emosi tersebut bisa menimbulkan konflik dan menentukan
perilakunya saat terlibat konflik.
13. Budaya
konflik dan kekerasan
Bangsa Indonesia semenjak kemerdekaannya hingga
memasuki abad ke-21 mengalami konflik politik, ekonomi, dan sosial secara terus
menerus. Perubahan pola pikir, dari pola kebersamaan menjadi individual,
primordialisme, memudarnya nasionalisme, kehidupan politik dan ekonomi liberal,
terkikisnya nilai tradisi, polotisasi agama, dan krisis kepemimpinan dari pusat
hingga daerah juga berkontribusi mengembangkan budaya konflik di Indonesia.
Secara
garis besar, penyebab konflik adalah keterbatasan sumber, tujuan yang berbeda,
saling tergantung atau interdependensi tugas, diferensiasi organisasi,
ambiguitas yurisdiksi, sistem imbalan yang tidak layak, komunikasi yang tidak
baik, perlakuan yang tidak manusiawi atau melanggar hukum, beragam
karakteristik sitem sosial, kepribadian yang beragam, kebutuhan, perasaan dan
emosi, budaya konflik dan kekerasan.
D. Jenis-jenis
Konflik
Terdapat banyak jenis konflik yang dapat
dikelompokkan berdasarkan kriteria. Sebagai contoh, konflik dapat dikelompokkan
berdasarkan altar terjadinya konflik, pihak yang terlibat dalam konflik dan
substansi konflik.
1. Menurut
Jumlah Subjeknya
a. Konflik
Personal dan Konflik Interpersonal
Konflik personal adalah konflik yang terjadi
dalam diri seorang individu karena harus memilih dari sejumlah alternatif
pilihan yang ada atau karena mempunyai kepribadian ganda. Konflik ini antara
lain:[8]
1) Konflik
pendekatan ke pendekatan (approach to approach conflict). Konflik ini
terjadi karena harus memilih dua alternatif yang berbeda, tetapi sama-sama
menarik atau sama baik kualitasnya. Sebagai contoh, seorang lulusan SMA yang
akan melanjutkan sekolah yang harus memilih dua universitas negeri yang sama
kualitasnya.
2) Konflik
menghindar ke menghindar (avoidance to avoidance conflict). Konflik yang
terjadi karena harus memilih alternatif yang sama-sama harus dihindari. Sebagai
contoh, seseorang harus memilih apakah harus menjual mobil untuk melanjutkan
sekolah atau tidak menjual mobil, tetapi tidak bisa melanjutkan sekolah.
3) Konflik
pendekatan ke menghindar (approach to avoidance conflict). Konflik yang terjadi
karena seseorang mempunyai perasaan positif dan negatif terhadap sesuatu yang
sama. Sebagai contoh, Amin mengambil telepon untuk menanyakan cintanya kepada
Aminah. Akan tetapi, ia takut cintanya ditolak. Oleh karena itu, ia tutup
kembali teleponnya.
Konflik personal juga bisa terjadi pada diri
seseorang yang mempunyai kepribadian ganda. Ia adalah seseorang yang munafik
dan melakukan sesuatu yang berbeda antara perkataan dan perbuatan. sebagai
contoh, seorang pemimpin yang mengampanyekan demokrasi dalam semua bidang
kehidupan dan mendirikan organisasi forum demokrasi. Namun, dalam memimpin
partai yayng dipimpinnya, ia bertindak dengan cara otokratis, tidak dengan cara
demokratis yang telah ia ajarkan.
Konflik Interpersonal adalah konflik yang
terjadi pada sebuah organisasi atau di tempat kerja. Konflik interpersonal
adalah konflik yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat konflik dan saling
tergantung dalam melaksanakan pekerjaan untuk tujuan organisasi.[9]
b. Konflik
Interes (Conflict of Interest)
Konflik kepentingan atau konflik interes
berkaitan dengan konflik dalam diri seorang individu dalam suatu altar sistem
sosial (organisai atau perusahaan) yang membawa implikasi bagi individu dan
sistem sosialnya. Konflik interes adalah suatu situasi konflik di mana seorang
individu mempunyai interes personal lebih besar daripada interes organisasinya,
sehingga mempengaruhi pelaksanaan kewajibannya sebagai pejabat sistem sosial
dalam melaksanakan kepentingan (tujuan) sistem sosial.
Konflik interes secara moral merusak
kepercayaan yang diberikan organisasi dan para anggotanya kepada pejabat yang
melakukan konflik interes. Kepercayaan merupakan modal hubungan sosial dalam
organisasi yang sering disebut sebagai modal sosial (social capital).
Jika para anggota organisai saling mempercayai (dipercaya dan mempercayai), hal
ini sangat bermanfaat bagi hubungan di antara mereka. Organisasi tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk memonitor, mengaudit, mengontrol dan memaksakan
peraturan dalam setiap transaksi.[10]
2. Menurut Metode
Penyelesaiannya
a. Konflik
Realistis
Konflik realistis adalah konflik yang terjadi
karena perbedaan dan ketidaksepahaman cara pencapaian tujuan atau mengenai
tujuan yang akan dicapai. Dalam konflik jenis ini, interaksi konflik
memfokuskan pada isu ketidaksepahaman mengenai substansi atau objek konflik
yang harus diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik. Di sini, metode
manajemen konflik yang digunakan adalah dialog, persuasi, musyawarah, voting
dan negosiasi. Kekuasaan dan agresi sedikit sekali digunakan.[11]
b. Konflik
Nonrealistis
Konflik nonrealistis adalah konflik yang
terjadi tidak berhubungan dengan isu substansi penyebab konflik. Konflik ini
dipicu oleh kebencian atau prasangka terhadap lawan konflik yang mendorong
melakukan agresi untuk mengalahkan atau menghancurkan lawan konfliknya.
Penyelesaian perbedaan pendapat mengenai isu penyebab konflik tidak penting.
Hal yang penting adalah bagaimana mengalahkan lawannya. Oleh karena itu, metode
manajemen konflik yang digunakan adalah agresi, menggunakan kekuasaan, kekuatan
dan paksaan.[12]
3. Menurut
Sifatnya
a. Konflik
Destruktif
Dalam konflik destruktif, pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik tidak fleksibel atau kaku karena tujuan konflik
didefinisikan secara sempit yaitu untuk mengalahkan satu sama lain. Interaksi konflik
berlarut-larut, siklus konflik tidak terkontrol karena menghindari isu konflik
yang sesungguhnya. Pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan teknik
manajemen konflik kompetisi, ancaman, konfrontasi, kekuatan, agresi dan sedikit
sekali menggunakan negosiasi. Konflik jenis ini merusak kehidupan dan
menurunkan kesehatan organisasi. Konflik destruktif sulit diselesaikan karena
pihak-pihak yang terlibat konflik berupaya saling menyelamatkan muka mereka.[13]
b. Konflik
Konstruktif
Konflik konstruktif adalah konflik yang
prosesnya mengarah kepada mencari solusi mengenai substansi konflik. Konflik
jenis ini membangun sesuatu yang baru atau mempererat hubungan pihak-pihak yang
terlibat konflik, ataupun mereka memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari
konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik secara fleksibel menggunakan
berbagai teknik manajemen konflik, seperti negosiasi, give and take,
humor bahkan voting untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah
pihak.
Dalam konflik konstruktif terjadi siklus di
mana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik sadar akan terjadinya konflik dan
merespon konflik secara positif untuk menyelesaikan konflik secara give and
take. Kedua belah pihak berupaya berkompromi atau berkolaborasi sehingga
tercipta win & win solution yang memuaskan kedua belah pihak yang terlibat
konflik.[14]
4. Konflik
Menurut Bidang Kehidupan
Menurut bidang kehidupannya, konflik dibagi
menjadi:[15]
a. Konflik
Ekonomi
b. Konflik
Bisnis
c. Konflik
Politik
d. Konflik
Agama
e. Konflik
Sosial
f. Konflik
Budaya
g. Konflik
dalam Organisasi Profesi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konflik
secara sederhana dapat diartikan sebagai pertentangan antara pihak-pihak yang
tidak cocok satu sama lain. Beberapa teori konflik adalah teori pertentangan,
teori perilaku, teori hubungan, teori situasi, teori dialetika, teori sistem
dunia, teori the power elit, dan teori ideologi.
2. Aliran-aliran
konflik antara lain pandangan tradisional (the traditional view)
pandangan hubungan manusia (the human relation view) dan pandangan
interaksionis (the interactionist view)
3. Faktor-faktor
penyebab konflik antara lain: keterbatasan sumber, tujuan yang berbeda, saling
tergantung atau interdependensi tugas, diferensiasi organisasi, ambiguitas
yurisdiksi, sistem imbalan yang tidak layak, komunikasi yang tidak baik,
perlakuan yang tidak manusiawi atau melanggar hukum, beragam karakteristik
sitem sosial, kepribadian yang beragam, kebutuhan, perasaan dan emosi, budaya
konflik dan kekerasan.
4. Jenis
konflik antara lain konflik personal, konflik intrpersonal, konflik interes,
konflik realistis, konflik nonrealistis, konflik destruktif, konflik
konstruktif dan konflik menurut bidang kehidupan.
B. Saran
Konflik merupakan peristiwa yang tidak dapat
dihindari dalam kehidupan baik dalam kehidupan masyarakat, kehidupan
organisasi, maupun konflik dalam dirinya sendiri. Manajemen konflik sedikit
banyak harus dikuasai oleh setiap orang karena pada dasarnya setiap orang
diciptakan sebagai seorang pemimpin. Dalam makalah ini telah dipaparkan
gambaran konflik mulai dari teori, faktor, hingga jenis-jenis konflik. Penulis
berharap makalah ini dapat berfanfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Namun
demikian, hal-hal yang masih perlu diperdalam lagi oleh penulis berikutnya
adalah faktor penyebab konflik terutama dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Elly M.
Setiadi dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011.
Rusdiana.
Manajemen Konflik. Bandung:
Pustaka Setia, 2015.
Poerwadarminta W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1976.
Saefullah.
Manajemen Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Wirawan.
Konflik dan Manajemen Konflik. Jakarta: Salemba Humanika, 2013.
[1] Elly
M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011), 345.
[2] Poerwadarminta
W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 519.
[3]
Rusdiana, Manajemen Konflik (Bandung:
Pustaka Setia, 2015), 162.
[4] Saefullah,
Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm.
293-295.
[5]
Rusdiana, Manajemen Konflik, 97-101.
[6]
Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, 295-296.
[7]
Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik (Jakarta: Salemba Humanika,
2013), 7-14.
[8] Wirawan,
Konflik dan Manajemen Konflik,55.
[9]
Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik, 55.
[10] Ibid.,
57.
[11] Wirawan,
Konflik dan Manajemen Konflik, 59.
[12] Ibid.,
59.
[13] Ibid.,
62.
[14] Wirawan,
Konflik dan Manajemen Konflik,59.
[15] Ibid.,
62-104.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar