Kamis, 12 Januari 2017

SOSIOLOGI KURIKULUM

SOSIOLOGI KURIKULUM

MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum

Dosen Pengampu : Ahmad Syaifuddin, M.Pd.I







Oleh :

Dewi Martalia Kurniasari



PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM

2016


KATA PENGANTAR


            Puji syukur saya panjatkan kehadiran kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat-Nya  saya dapat menyelesaikan makalah ini.
            Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W yang diutus sebagai rahmat untuk sekalian alam dan membimbing umat ke jalan yang lurus.
            Ribuan terima kasih saya ucapkan kepada :
1.        Bapak Ahmad Syaifuddin, M.Pd.I yang telah memberikan pengarahan atas terselesaikannya makalah ini.
2.        Pihak-pihak yang membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
3.        Teman-teman semester III.
Makalah  ini disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum. Saya  menyadari tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya saya senantiasa mengharap adanya kritik dan saran guna perubahan yang lebih baik kedepannya. Kendati demikian, saya berharap makalah  ini bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata, permohonan maaf kami haturkan atas segala kekurangan dalam makalah ini.





Krempyang,  21 Agustus 2016


          Penulis







DAFTAR  ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

BAB 1          PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang ............................................................................................ 1
B.       Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C.       Tujuan Pembahasan ..................................................................................... 1

BAB II         PEMBAHASAN
A.      Pengertian Kurikulum, Sosiologi, dan Hubungan Antara Keduanya.......... 2
B.       Perkembangan Awal Sosiologi Kurikulum.................................................. 5
C.       Ruang Lingkup dan Pokok Bahasan Sosiologi Kurikulum.......................... 8
D.      Kontribusi Sosiologi Kurikulum................................................................. 10

BAB III       PENUTUP
A.    Kesimpulan ................................................................................................. 12
B.     Saran ........................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 13



BAB  I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pembahasan pendidikan dan sekolah tentu tidak pernah lepas dari kata kurikulum. Seperti yang kita ketahui, kemajuan jaman dengan berbagai perubahan didalamnya juga menuntut penyesuaian dalam dunia pendidikan, dalam hal ini kurikulum sendiri tentunya. Berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan jaman ini akhirnya menyebabkan kurikulum harus dirombak sedemikian rupa. Namun, merombak kurikulum tentu tidak mudah, terlebih dengan berbagai masalah pendidikan di  negara tersebut. Selain itu banyak pula faktor yang dapat menghambat, salah satunya adalah faktor sosiologis yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan peserta didik hidup dalam kehidupan masyarakat, tentunya tidak hanya hidup, namun mempunyai kompetensi yang mampu menjadi orang yang berguna bagi masyarakat itu sendiri. Adanya sosiologi kurikulum adalah untuk mewujudkan pendidikan yang cenderung mempertahankan keteraturan dan masyarakat normatif.

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditari rumusan masalah sebagai berikut
1.    Bagaimanakah pengertian kurikulum, soiologi, dan hubungan antara keduanya?
2.    Bagaimanakah awal perkembangan sosiologi kurikulum?
3.    Bagaimanakah ruang lingkup dan pokok bahasan sosiologi kurikulum
4.    Bagaimanakah kontribusi sosiologi kurikulum?

C.  Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini yaitu
1.    Mengetahui dan memahami pengertian kurikulum, soiologi, dan hubungan antara keduanya.
2.    Mengetahui dan memahami awal perkembangan sosiologi kurikulum.
3.    Mengetahui dan memahami ruang lingkup dan pokok bahasan sosiologi kurikulum.
4.    Mengetahui dan memahami kontribusi sosiologi kurikulum.



BAB  II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Kurikulum, Sosiologi, dan Hubungan Antara Keduanya
1.    Pengertian Kurikulum
Ada berbagai definisi kurikulum yang sudah berkembang seiring dengan dinamika dan urgensinya dalam praktik pendidikan di sekolah. Beberapa definisi tersebut antara lain dijelaskan oleh
a.    Bobbit               : Kurikulum adalah sebuah jalan untuk mempersiapkan murid untuk peran masa depan mereka dalam masyarakat industri baru.
b.    John Dewey      : Kurikulum merupakan rekonstruksi berkelanjutan yang memaparkan pengalaman belajar anak didik melelui suatu susunan pengetahuan yang terorganisasi dengan baik.
c.    Good                 : Kurikulum adalah sebuah rencana umum tentang isi atau materi tertentu dari instruksi bahwa sekolah harus memenuhi kualifikasi atau sertifikassi serta dpat melanjutkan bidag profesional atau kejuruan.
d.   Harold Rugg     : Kurikulum adalah suatu rangkaian pengalaman yang memiliki kemanfaatan maksimum bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuannya agar dapat menyesuaikan dan menghadapi berbagai situasi kehidupan.
e.    Ralph Tyler       : Kurikulum seluruh pengalaman belajar yang direncanakan dan diarahlan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
f.     Hilda Taba        : Kurikulum pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat umum dan khusus, yang materinya dipilih dan diorganisasikan berdasar suatu pola tertentu untuk kepentingan belajar mengajar dan penilaian.[1]
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan rekonstruksi berkelanjutan yang memaparkan pengalaman belajar dari sebuah rencana umum atau materi yang diarahkan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.



2.    Pengertian Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Beberapa definisi sosiologi menurut para ahli antara lain
a.    Pitirim Sorokin           :  sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
b.    Roucek dan Warren   :  sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
c.    Max Weber                 :  Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
d.   Sumardjan Soemardi  :  Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
e.    Soerjono Soekanto     :  sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.[2]
Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial.[3]
3.    Hubungan Antara Kurikulum dan Sosiologi
Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan peserta didik hidup dalam kehidupan masyarakat. Asumsinya adalah peserta didik berasal dari masyarakat, dididik oleh masyarakat dan harus kembali ke masyarakat. Ketika peserta didik sudah kembali kemasyarakat tentunya ia harus membekali diri dengan kompetensi-kompetensi sehingga mampu menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Berdasarkan pemikiran ini maka sangatlah logis jika pengembangan kurikulum juga dilandaskan  pada kebutuhan masyarakat. Disamping itu, dasar pemikiran lain adalah kurikulum merupakan bagian dari pendidikan, dan pendidikan merupakan bagian dari masyarakat. Dengan demikian, sangat wajar apabila pengembangan kurikulum harus memperhatikan kebutuhan dan harus ditunjang oleh masyarakat.
Dalam perspektif sosiologi, Emile Durkheim mengemukakan bahwa pendidikan adalah proses mempengaruhi yang dilakukan oleh generasi dewasa kepada mereka yang belum siap untuk melakukan fungsi-fungsi sosial. Sasarannya adalah melahirkan dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelekdan watak sesuai dengan tuntutan masyarakat. Sementara, Talcott Parsons menjelaskan bahwa pendidikan adalah proses sosialisasi yang dalam diri individu memungkinkan berkembangnya rasa tanggung jawab dan kecakapan yang diperlukan dalam melaksanakan peran-peran sosial.
Kedua pengertian diatas menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek pengetahuan saja, akan tetapi juga kecakapan dan keterampilan, sikap dan  nilai-nilai serta tanggug jawab agar peserta  didik mampu  menjalankan fungsi dan peran sosialnya.[4] Berkaitan dengan hal tersebut, di Indonesia sendiri sudah dikembangkan kurikulum dengan konsep muatan lokal dalam kurikulum 1984 dan 1994, yang kemudian disempurnakan dalam kurikulum 2004 yang disebut kecakapan hidup. Nana Syaodih mengungkapkkan bahwa melalui pendidikan, manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang, dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan seharusnya mempertimbangkan, merespon dan berlandaskan perkembangan sosial buadaya masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional, maupun global.[5]



B.  Perkembangan Awal Sosiologi Kurikulum
1.    Munculnya Sosiologi Kurikulum
Sosiologi kurikulum merupakan studi yang relatif baru dalam disiplin sosiologi. Sosiologi kurikulum awalnya hanyalah suatu kajian dalam sosiologi pendidikan. menurut Musgrave, sosiologi kurikulum berkembang sejak awal 1970. Ini diawali dengan konsen para sejarawan yang menulis tentang kurikulum dan mereka menggunakan konsep-konsep sosiologis. Munculnya sosiologi kurikulum juga dikarenakan perkembangan dalam sistem pendidikan di berbagai negara yang menempatkan kurikulum sebagai posisi penting di sekolah. Pada akhir 1960 sampai awal 1970, di Inggris terjadi pergeseran paradigma dalam kajian sosiologi pendidikan yang cenderung mempertahankan keteraturan dan masyarakat normatif sebagaimana menjadi corak pemikiran sosiologi di Inggris.
Menurut Michael F.D Young, pada saat itu kalangan sosiolog pendidikan maupun ahli kurikulum Inggris belum mampu memberikan jawaban memuaskan mengenai apakah pengetahuan itu berharga bagi pendidikan? Dan apakah perbedaan signifikan antara kurikulum dan pengetahuan sehari-hari yang didapatkan di rumah, di masyarakat dan di tempat kerja? Mereka hanya mampu memberikan jawaban secara umum. Mereka melihat dua pertanyaan ini sebagai bagian dari sistem pendidikan yang ada. Hal ini mendorong kalangan sosiolog pendidikan untuk terus melakukan kajian guna mencari jawaban dan analisis yang memuaskan. Pergeseran paradigma ini melahirkan arah dan pendekatan baru yang dirintis oleh sejumlah intelektual yang berada di Institute of Education, London. Lembaga ini berdiri sejak 1909 dan berada di bawah naungn University of London, yang memusatkan perhatiannya pada kajian pendidikan dari berbagai perspektif.
Lembaga ini menerbitkan publikasi yang menegaskan perhatiannya pada sifat dan karakteristik pengetahuan sekolah sebagai hal penting dalam pendidikan khususnya sekolah. Dalam diskusi-diskusi lembaga kemudian melahirkan sebuah pendekatan baru untuk mengkaji kurikulum yang berada di sekolah. Pendekatan baru ini disebut dengan “New Sociology of Education”. Fase yang berkembang pada periode ini adalah bermunculannya generasi sosiolog dengan perspektif pemikiran fenomonologis dan neo-marxian. Kurikulum dipahami sebagai manifestasi dan akumulasi pengetahuan yang bekembang di sekolah. Yang mana dalam perkembangannya kita kemudian mengenalnya sebagai sosiologi kurikulum.
Pendekatan “New Sociology of Education” memandang sekolah atau pendidikan formal lebih luas, melibatkan transmisi pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini menjadi premis dari sosiologi pendidikan sejak awal, tetapi sejak 1970-an, premis itu menjadi sesuatu yang harus diperdebatkan atau bahkan bertentangan. Pendekatan tersebut menjelaskan kurikulum sebagai realitas konstruksi soisl sebagaimana realitas sosial lainnya. Hal tersebut dapat dilihat ketika kurikulum dapat sering berubah seiring dengan perubahan kebijakan politik. Dalam menjelaskan kaitannya dengan perubahan kebijakan politik, sering kali sosiolog pendidikan mengabaikan aspek ini.
Di awal tahun 1970-an, Young mendefinisikan sosiologi kurikulum sebagai sebuah kerja intelektual untuk mengaitkan prinsip-prinsip, seleksi dan pengorganisasian kurikulum dalam sekolah serta kaitannya dengan setting interaksi sosial yang mana berada dalam struktur sosial yang lebih luas. Penjelasan ini dapat dipahami bahwa kurikulum bukanlah sebuah ruang yang hampa, tetapi sebuah arena yang mengaitkan interaksi sekaligus relasi antara kelas, sekolah dan masyarakat yang lebih luas. Pada level inilah, sosiologi kurikulum lahir dan berkembang. Lahirnya sosiologi kurikulum juga harus dilihat bahwa kurikulum merupakan sebuah penemuan sosial yang menggambarkan kesadran maupun ketidaksadaran sebagai pilihan budaya yang didasarkan atas nilai , kepercayaan kelompok yang dominan. Disinilah nilai sosiologi kurikulum mulai membahas tentang ideologi kelompok dominan dalam praktik kurikulum di sekolah. Dengan demikian lahirnya sosiologi kurikulum tidak bisa dipisahkan dari lahirnya “the New Sociology of Education”.
2.    Perintis Sosiologi Kurikulum dan Karyanya
a.    Basil Bernstein
Basil Bernstein adalah ahli sosiologi Inggris yang turut merintis the New Sociology of Education. Ia menjelaskan dua konsep analisis tentang kurikulum yaitu:
1)   Klasifikasi, yaitu pengorganisasian pengetahuan ke dalam kurikulum dengan analisisnya terkait transmisi pengetahuan berdasarkan praktik pedagogi di sekolah. Kurikulum dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu : (a) highly differentiated yang merujuk pada pelajaran-pelajaran tradisional yang ketat standarnya, dan (b) weak classification yaitu kurikulum yang terintegrasi, batasan antara subjeknya lemah.
2)   Kode, yaitu prinsip regulatif yang ditekankan melalui sejumlah sistem pesan terutama kurikulum dan pedagogi. Ada dua tipe kode kurikulum, yaitu : (a) Collection yang lebih cenderung masuk kedalam klasifikasi kurikulum yang kuat. (b)  integrated yang lebih cenderung dalam klasifikasi kurikulum yang lemah.
Selain turut merintis the New Sociology of Education karya Basil Bernstein yang lain adalah buku Primary Socialisation Language and Education; Class, Code, and Control, serta paper yang berjudul On the Classification and Framing of Education Knowledge.
b.    Michael F.D Young
Michael F.D Young lahir pada 1934 di London, ia adalah kolega dari Bail Bernstein yang merintis pendekatan baru the New Sociology of Education. Ia fokus pada kajian sosiologi pengetahuan dengan s[esialisasi isu kurikulum dalam reformasi pendidikan. Dia juga konsen dengan pembelajaran digital dan peran kurikulum digital teknologi. Menurut Michael F.D Young, peran kurikulum adalah memutuskan apa yang harus dilakukan sekolah maupun hal-hal yang tidak dilakukan sekolah. Selain itu juga, kurikulum menekankan bagaimana mencari jalan alternatifuntuk mengembangkan intelektual murid-merid sebgai refleksi gnerasi muda di negaranya.
Selain publikasi Bernstein, karyanya yang lain adalah Knowledge and Control, Making the Case for knowledge Bringing Knowledge Back in: From Social Constructivism to Social Realismin the Sociology of Eduation.    
c.    John Meyer
John Meyer adalah profesor sosiologi pendidikan emiretus di University of Stanford AS. dia menjelaskan kurikulum dengan pendekatan institusional, yakni bahwa seklah dan kurikulum sepenuhnya dikontrol oleh pemerintah. Karakteristik pendekatan ini juga menjelaskan bagaimana lembaga pendidikan selalu terkait dengan institusi penting di masyarakat. Pemahaman intinya dalah setiap lembaga pendidikan termasuk kurikulum harus mendapatkan kepercayaan penuh dari masyarakat yang dapat mempertahankan legitimasinya melalui penyesuaian kepada nilai dan norma yang berlaku.
Dari pendapatnya tersebut ia kemudian dikenal sebagai perintis dan kontributor teori institusional dalam ilmu sosial khususnya sosiologi. Beberapa tulisannya yang terkait dengan kurikulum yaitu “Values Education in the Curriculum: Some Comparative Empirical Data”, “The Content of the Curriculum: An Institutionalist Perspective”, “Comparative and Historical Reflections on the Curriculum: The Changing Meaning of Science”.[6]



C.  Ruang Lingkup dan Pokok Bahasan Sosiologi Kurikulum
Sosiologi kurikulum adalah studi yang membahas relasi sosial politik kurikulum di masyarakat secara luas. Di dalamnya juga menjelaskan bagaimana terjadinya dominasi oleh kelompok dan ideologi dominan terhadap kelompok yang secara sosial lebih lemah. Sosiologi kurikulum adalah sebuah terobosan akademik yang dirintis oleh sosiolog pendidikan dari Institute of Education, University of London melalui pendekatan new of Sociology Education. Sosiologi kurikulum menggunakan basis perspektif sosiologi untuk menjelaskan dinamika kurikulum.
Pada dasarnya sosiologi kurikulum tidak menempatkan kurikulum sebagai sebuah ruang yang hampa, melainkan kurikulum dipahami sebagai gejala sosial yang dinamis, kontradiktif, dan contested. Asumsi dasar ini sama dengan berbagai gejala sosial lainnya seperti agama, industri, demokrasi, kesehatan, pembangnan, gender, olah raga, hak asasi manusia, dan sebagainya. Karena menggunakan perspektif sosiologis, tentu pendekatannya berbeda dengan studi kurikulum pada umumnya. Studi kurikulum sendiri pada awalnya menjadi rujukan utama perintis sosiologi kurikulum. Sosiologi kurikulum tidak lagi mengkaji kurikulum secara praktis yang membahas bagaimana implementasi kurikulum di kelas. Meski demikian, sosiologi kurikulum tetap menempatkan kelas dan sekolah sebagai setting penting beroperasinya praktik kurikulum tersebut.
Di awal lahirnya studi kurikulum, sekitar tahun 1920, memang sudah disaddari bahwa studi kurikulum akan melahirkan pendekatan hilostik, transdisiplliner yang memperhatikan keterkaitan berbagai disiplin ilmu. Ada perbedaan mendasar sosiologi kurikulum dengan pendekatan studi kurikulum, yaitu studi kurikulum berkecenderungan membahas berbagai teknis dan praktik kurikulum di sekolah dan khususnya kelas yaitu membahas tentang desain, implementasi dan evaluasi kurikulum. Dalam pembahasan studi kurikulum juga terdapat beberapa isu penting lain yang tertuang dalam beberapa pertanyaan seperti apa manfaat mempelajari kurikulum, kenapa kurikulum harus dipelajari, bagaimana kurikulum diperaktikkan di sekolah, apa yang bisa dijelaskan kurikulum tentang relasi teori dan praktik pendidikan serta relasi program sekolah dan struktur masyarakat dimana sekolah itu berada. Itulah beberapa isu penting yang dipelajari studi kurikulum.
Berbeda dengan studi kurikulum, sosiologi kurikulum dalam analisisnya bergerak lebih jauh untuk menjelaskan seluruh dinamikamaupun kontradiksi dalam produksi pengetahuan hingga praktiknya di sekolah. Selain itu, sosiologi kurkulum juga menjelaskan mengenai relasi dan kontestasi aktor-aktor yang terlibat dalam kurikulum tersebut. Aktor tersebut antara lain guru (pendidik), murid, sekolah, maupun masyarakat. Semua aktor ini berkepentingan untukterlibat dalam mekanisme kurikulum tersebut. Hal lain yang perlu dijelaskan juga, studi sosiologi kurikulum dalam analisisnya cenderung lebih menggunakan pendekatan makro. Hal tersebut dapat dilihat dari peran dan kekuasaan negara maupun ideologi kelompok dominan. Secara umum dapat dijelaskan pokok bahasan sosiologi kurikulum yaitu:
1.    Kekuasaan (power)
Tema kekusaan adalah tema sentral dalam sosiologi kurikulum. Jika ditelusuri secara kritis di semua referensi yang membahas tentang sosiologi kurikulum pasti selalu membicarakan kekuasaan. Pokok bahasan ini seolah menjadi suatu kesatuan yang tak bisa dipisahkan dalam praktik kurikulum di sekolah. Negara atau kelompok dominan sangat berkepentingan dengan mekanisme kurikulum tersebut untuk mempertahankan sekaligus memproduksi alat kekuasaan maupun kepentingan ideologisnya. Kurikulum dalam kelompok dominan dipandang sebagai soft mecanism yang paling ampuh dan strategis. Mekanisme tersebut berlangsung secara masif, kontinu, dan menjadi sesuatu yang given. Hal itu terus dipertahankan sepanjang sekolah tersebut ada. Beberapa pemikir yang fokus dengan pokok bahasan ini antara lain Michael Apple, Michel Foucault, dan Henry Giroux.
2.    Ideologi
Konstruksi ideologi dapat ditransformasikan melalui kurikulum ileh aktor yang dominan. Mereka yang memiliki kekuasaan akan dengan mudah mewariskandan mempertahankan wajah ideologi mereka antargenerasi. Pokok bahasan ini juga menjadi isu sentralselain kekuasaan. Penetrasi ideologis dapat berjalan tanpa kesadaran kritis dari kelompok dominan yang berkuasa. Ideologi apapun akan dengan mudahdisampaikan melalui praktik kurikulum tersebut. Studi sosiologi kurikulum berupaya untuk menjelaskan bagaimmana ideologi itu bisa dipraktikkan dan dipertahankan secara masif.
3.    Ketimpangan sosial ekonomi
Pokok bahasan lain yang juga terkait aalah ketimpangan sosial ekonomi yang diakibatkan praktik kurikulum tersebut. Kelompok dominan yang berkuasa sangat mungkin adalah mereka yang secara sosial ekonomi merupakan kelompok yang memiliki akses kapitallebih dibandingkan dengan kelompok sosial lainnya. Pokok bahasan ini dijelaskan oleh Pierre Bourdieu.
4.    Ketimpangan gender
Tidak dapat dipungkiri juga bahwa praktik kurikulum di sekolah mewariskan ketimpangan gender melalui seperangkat teks pelajaran yang diajarkan kepada murid-muridnya. Ketimpangan gender itu berada di teks, buku pelajaran maupun berbagai intruksi pengajaran yang bias gender. Hal tersebut dapat dilihat dengan berbagai konstruksi yang seksis dan cenderung stereotipe terhadap perempuan. Laki-laki dianggap superior dan perempuan sebaliknya. Murid tanpa disadari menerima teks dan penjelasan yang bias gender sebagai sebuah kebenaran. Hal ini yang akan terus direproduksi dalam rasionalitas masyarakat tersebut. Fenomena yang terjadi kemusian adalah ketimpangan gender akan semakin terlembagakan dalam masyarakat yang ada. Pokok bahasan ini banyak dianalisis oleh pemikir feminis yang mendobrak ketimpangan gender dalam kontruksi teks maupun instruksi pengajaran yang ada

D.  Kontribusi Sosiologi Kurikulum
Meski sosiologi kurikulum relatif baru perkembangannya, yaitu dirintis awal 1970, tetapi perkembangannya hingga saat ini sangat signifikan. Studi sosiologi kurikulum lahir hampir 50 tahun setelah studi kurikulum dirintis pada 1920. Peran dan kontribusi sosiologi kurikulum dapat dikelompokkan dalam dua bagian pentig yaitu:
1.    Secara teoretis
Sosiologi kurikulum digagas sejak 1970 hingga saat ini masih terus berupaya mengembangkan berbagai teori, pendekatan, maupun perspektif terbaru sebagai upaya pengembangan keilmuan. Pengembangan keilmuan ini sangat penting untuk memperkuat sosiologi kurikulum secara disiplin ilmu. Berbagai akademisi di seluruh dunia terus melakukan riset dan kajiannya dengan menggunakan berbagai perspektif maupun interdisiplin untuk melahirkan analisis-analisis baru. Misalnya apa yang dilakukan Henry Groux tentang relasi kurikulum dengan cultural studies maupun dengan popular culture. Peter McLaren mengaitkan isu kurikulum dengan kajian citizenship. Masih banyak pendekatan lain yang merupakan hasil dari riset akademik yang sangat panjang. Dengan demikian, sosiologi kurikulum akan semakin dinamis kajiannya. Hal ini harus dilakukan agar sosiologi kurikulum tidak mengalami kemandekan intelektual. Selain dengan perkembangan berbagai perspektif baru, kontribusi ini juga melahirkan berbagai pendekatan metodologi untuk melakukan penelitian terkait kurikulum.
2.    Secara praktis
Meski sosiologi kurikulum tidak secara spesifik membahas mengenai hal ihwal kurikulumdipraktikkan di dalam kelas atau sekolah, tetapi sosiologi kurikulum menjelaskan mengenai implikasi praktik kurikulum tersebut dalam melahirkan kesadaran kritis di kalangan aktor-aktor yang terlibat dalam praktik pendidikan tersebut. Tentu saja ini tidak mudah dan secara langsung dpat melihat perubahannya, tetapi implikasi sosial kritis ini dapat meresap dalam rasionalitas dan diri mereka. Hal tersebut dapat memerlukan waktu  yang lama. Dengan kata lain, melahirkan kesadaran kritis melalui kajian sosiologi kurikulum bukanlah pekerjaan yang instan atau seoalah membalikkan telapak tangan. Tujuan jangka panjangnya adalah bagaimana menumbuhkan suasana demokratis dalam praktik pendidikan.[7]



BAB  III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Kurikulum merupakan rekonstruksi berkelanjutan yang memaparkan pengalaman belajar dari sebuah rencana umum atau materi yang diarahkan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan, sedangkan umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Hubungan antara keduanya yaitu pengembangan kurikulum yang berdasarkan sosiologi pada dasarnya adalah untuk mewujudkan pendidikann yang tidak hanya mengembangkan aspek pengetahuan, akan tetapi juga kecakapan dan keterampilan sikap dan nilai-nilai serta tanggung jawab agar peserta didik mampu menjalankan fungsi dan peran sosialnya.
2.      Sosiologi kurikulum berkembang sejak awal 1970. Ini diawali dengan konsen para sejarawan yang menulis tentang kurikulum dan mereka menggunakan konsep-konsep sosiologis. Lahirnya sosiologi kurikulum tidak bisa dipisahkan dari lahirnya “the New Sociology of Education”. Perintis sosiologi kurikulum antara lain Basil Bernstein, Michael F.D Young, dan John Meyer.
3.      Sosiologi kurikulum adalah studi yang membahas relasi sosial politik kurikulum di masyarakat secara luas. Di dalamnya juga menjelaskan bagaimana terjadinya dominasi oleh kelompok dan ideologi dominan terhadap kelompok yang secara sosial lebih lemah. Secara umum dapat dijelaskan pokok bahasan sosiologi kurikulum yaitu kekuasaan (power), ideologi, ketimpangan sosial ekonomi, dan ketimpangan gender.
4.      Peran dan kontribusi sosiologi kurikulum dapat dikelompokkan dalam dua bagian pentig yaitu secara teoretis dan secara praktis

B.  Saran
  Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan peserta didik hidup dalam kehidupan masyarakat, disamping itu, dasar pemikiran lain adalah kurikulum merupakan bagian dari pendidikan, dan pendidikan merupakan bagian dari masyarakat. Dengan demikian, sangat wajar apabila pengembangan kurikulum harus memperhatikan kebutuhan dan harus ditunjang oleh masyarakat. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan seharusnya mempertimbangkan, merespon dan berlandaskan perkembangan sosial buadaya masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional, maupun global.


DAFTAR  PUSTAKA

Rakhmat Hidayat, Pengantar Sosiologi Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011)
Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013)
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)
https://id.wikipedia.org/wiki/Definisi_Sosiologi
https://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi



[1] Rakhmat Hidayat, Pengantar Sosiologi Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) hlm. 7-9.
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Definisi_Sosiologi
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi
[4] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)hlm. 66. 
[5] Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013) hlm. 47-48
[6] Rakhmat Hidayat, Pengantar Sosiologi Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) hlm. 49-65
[7] Ibid, hlm. 66-71 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar