Selasa, 11 April 2017

TEORI KONFLIK DAN BERBAGAI RAGAM TENTANG PERISTIWA KONFLIK

Description: G:\STAIDA I.jpgTEORI KONFLIK DAN BERBAGAI RAGAM TENTANG
PERISTIWA KONFLIK

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Konflik
Dosen Pengampu :
Idam Mustofa, M.Pd.



Disusun Oleh:
1.    Aqim Durrotul Aimmah
2.    Dewi Martalia K.




PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM
TANJUNGANOM NGANJUK
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang senantiasa memberikan petunjuk, bimbingan dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “TEORI KONFLIK DAN BERBAGAI RAGAM TENTANG PERISTIWA KONFLIK”.
Sholawat serta salam keharibaan Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umatnya untuk mengajar, belajar dan mendengar serta menekankan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1.      Idam Mustofa, M.Pd., selaku dosen pengampu.
2.      Orang tua kami yang senantiasa memberi do’a serta dukungan kepada kami.
3.      Pihak-pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
                                                                                                    

                                                                              Nganjuk, 23 Januari 2017


Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A.  Latar Belakang...................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................. 1   
C.  Tujuan Pembahasan............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
A.      Teori-teori Konflik............................................................................... 2
B.       Aliran-aliran Konflik............................................................................ 4
C.       Faktor-faktor Penyebab Konflik.......................................................... 5
D.      Jenis-jenis Konflik............................................................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................................... 13
A.  Kesimpulan.......................................................................................... 13
B.  Saran.................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14


 BAB  I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi atau usaha. Salah satu pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai oleh para pemimpin, manajer, dan administrator adalah konflik dan manajemen konflik. Karena dalam melaksanakan tugasnya mereka akan selalu menghadapi konflik. Konflik ini dapat terjadi antara pemimpin dan bawahan,  antar bawahan, dan antar anggota organisasi maupun pihak di luar organisasi. Tanpa pengetahuan dan keterampilan memanajemen konflik, mereka tidak akan mempu menyelesaikan konflik yang mereka hadapi.
Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik yang beragam. Konflik dapat bersifat destruktif maupun konstruktif. Beragamnya faktor penyebab terjadinya konflik, dan berbagai jenis konflik yang mungkin dihadapi inilah yang kemudian memunculkan teori-teori atau pendekatan mengenai konflik.
Makalah ini akan membahas teori-teori, aliran-aliran, faktor-faktor penyebab, dan jenis-jenis konflik.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut
1.    Bagaimana  teori-teori yang berkembang tentang konflik?
2.    Bagaimana aliran-aliran dalam konflik?
3.    Apa saja faktor-faktor yeng menyebabkan terjadinya konflik?
4.    Apa saja jenis-jenis konflik?
C.  Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini antara lain
1.    Mengetahui teori-teori yang berkembang tentang konflik.
2.    Mengetahui aliran-aliran dalam konflik.
3.    Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik.
4.    Mengetahui jenis-jenis konflik.
BAB  II
PEMBAHASAN

A.  Teori-teori Konflik
Sebelum membahas mengenai teori atau pendekatan mengenai konflik, terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai definisi konflik itu sendiri. Istilah konflik berasal dari bahasa Latin confligo yang terdiri atas dua kata yakni con yang berarti bersama-sama, dan fligo yang berarti pemogokan, penghancuran, atau peremukan. Kata ini diserap oleh bahasa Inggris menjadi conflict yang berarti a fight, struggle, a controversy, a quarrel, active opposition, hostility (pertarungan, perebutan kekuasaan, persengketaan, perselisihan, perlawanan yang aktif, permusuhan).[1] Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata konflik berarti pertentangan atau percekcokan. Konflik dapat terjadi pada diri seseorang ataupun didalam kalangan yang lebih luas.[2] Dalam organisasi, istilah ini menjadi konflik organisasi.  Beberapa ahli mengemukakan pendapat mereka mengenai pengertian konflik, antara lain: [3]
1.    Killman dan Thomas, konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antarnilai atau tujuan yag ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu, bahkan menghambat tercapainya emosi yang memengaruhi efisiensi dan produktifitas kerja.
2.    Stoner, konflik organisasi mencakup ketidak sepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau perselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian.
3.    Daniel Webster, persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain dan keadaan atau perilaku yang bertentangan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat digaris bawahi bahwa konflik adalah pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
Munculnya konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan budaya. Sebagaimana dikutip Saefullah dari beberapa ahli, pemicu konflik diuraikan sebagai berikut: [4]
1.    Pertentangan
Du Brin mengatakan bahwa konflik mengacu pada pertentangan antarindividu, kelompok, atau organisasi yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat yang saling menghalangi dalam pencapaian tujuan.
2.    Perilaku
 Tjosfold memandang konflik dalam organisasi sebagai perilaku yang berlawanan atau bertentangan.
3.    Hubungan
Martinez dan Fule mengatakan konflik adalah hubungan yang terjadi antara dua orang, kelompok ataupun golongan.
4.    Situasi
Nelson dan Quick melihat konflik sebagai situasi ketika tujuan, sikap, emosi, dan tingkah laku yang bertentangan menimbulkan oposisi dan sengketa dua kelompok atau lebih.
Dengan demikian, pemicu konflik adalah ketidakcocokan individu dalam hal, nilai, tujuan, status dan budaya yang kemudian berlanjut menjadi sebuah pertentangan antar individu.
Berkaitan dengan konflik sendiri, Rusdiana kemudian mencatat beberapa teori atau pendekatan mengenai konflik, di antaranya: [5]
1.    Teori Dialetika (Karl Max)
Marx membangun teorinya dari filsafat Hegel dan Feuerbach. Marx mengambil dialetika gagasan dari Hegel yang lalu dipadu dengan material religius dari Feuerbach sehingga menghasilkan dialetika materialistis. Dialetika Marx adalah hubungan timbal balik antara materi dan pikiran. Materi diubah oleh proses pemikiran sementara pada saat yang sama pikiran diubah oleh perwujudannya dalam benda material.
2.    Teori Sistem Dunia (Wellerstein)
Teori ini memaparkan tentang ketergantungan antarnegara yang pada hakikatnya merupakan struktur kapitalis. Sebagai sebuah sistem, negara pinggiran menjadi bergatung pada negara pusat. Pola struktur di lingkup antar negara ini menyerupai pola struktur di tataran dunia, yaitu eksploitasi antar kelompok.
3.    The Power Elite (Wright Mills)
Teori ini menyebutkan bahwa kekuasaan dalam masyarakat tidak tersebar secara merata. Kekuasaan lebih banyak atau memusat pada elite. Dengan kuasanya itu, elite mampu mendominasi massa. Elite mendominasi melalui kekuasaan, kekayaan, kehormatan, pengetahuan dan lain-lain. Menurut Mills, kekuasaan berawal dari institusi dan psikologi sosial masyarakat. Kekuasaan diperoleh oleh individu yang memegang kontrol atas institusi. Elite dan massa memiliki kepentingan yang berbeda dan tidak sejalan sehingga lahir konflik.
4.    Teori Ideologi (Mannheim)
Konsep ideologi secara khusus menjelaskan fenomena ideologi secara individual dan psikologis, sedangkan konsep secara menyeluruh menjelaskan ideologi secara sosiologikal dan budaya. Konsep ideologi secara  khusus diterapkan pada level kesadaran individu. Pentingnya ideologi adalah ketika sebuah kelas dikatakan berhasil jika mampu memengaruhi kelas lain untuk menerima nilai-nilai moral, politis, dan kultural. Ketika terjadi perang ideologi antar kelas, kelompok kuat berusaha mendomiasi kelompok lemah dengan mengedepankan ideologinya. Untuk kelas lemah, jika ingin mendominasi harus mampu membangun kerja sama dengan kelompok lemah lain.
Dari berbagai pandangan di atas, pendekatan konflik diantaranya teori Dialetika, teori Sistem Dunia, teori the Power Elite dan teori Ideologi.
B.  Aliran-aliran Konflik
Ada yang berpandangan bahwa konflik sudah menjadi hukum alam. Oleh karena itu tidak dapat dihilangkan karena manusia diciptakan dalam keadaan berbeda-beda kepentingan. Sebaliknya konflik dikelola sehingga membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Menurut Muhyadi, konflik dipahami berdasarkan tiga sudut pandang atau aliran, yang mana pendapatnya ini sejalan dengan Robbins yang menguraikan beberapa pandangan mengenai konflik, yaitu: [6]
1.    Pandangan Tradisional (the traditional view)
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai suatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik ini merupakan hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan diantara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2.    Pandangan Hubungan Manusia (the human relation view)
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai peristiwa yang wajar terjadi dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat untuk mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain konflik harus dijadikan motivasi untuk melakukan inovasi.
3.    Pandangan Interaksionis (the interactionist view)
Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompokatau organisasi agar terjadi konflik.  Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan agar tiap anggota tetap semangat, kritis, dan kreatif.

C.  Faktor-faktor Penyebab Konflik
Konflik sering kali merupakan salah satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Pemimpin menggunakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik untuk mengerakkan perubahan. Tetapi konflik juga dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi objektif yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Berikut adalah kondisi yang dapat menimbulkan konflik sebagaimana dirumuskan oleh Wirawan. [7]
1.        Keterbatasan sumber
Keterbatasan sumber yang diperlukan untuk kehidupan menimbulkan terjadinya kompetisi untuk mendapatkan sumber tersebut sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Dalam organisasi, sumber tersebut dapat berupa anggaran, fasilitas kerja, jabatan, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam masyarakat sumber tersebut seperti lapangan pekerjaan.
2.        Tujuan yang berbeda
Menurut Hocker dan Wilmot konflik terjadi karena pihak yang terlibat mempunyai tujuan yang berbeda. Konflik bisa juga terjadi karena tujuan pihak yang terlibat sama tetapi berbeda cara untuk mencapainya.
3.        Saling tergantung atau interdependensi tugas
Konflik dapat pula terjadi ketika pihak-pihak yang terlibat memiliki tugas yang saling tergantung satu sama lain dan tidak bisa meninggalkan satu sama lain tanpa konsekuensi negatif.
4.        Diferensiasi organisasi
Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah pembagian tugas dan spesialisasi tenaga kerja pelaksananya. Berbagai unit kerja dalam birokrasi berbeda formalitas strukturnya, ada yang berorientasi pada tugas, berorientasi pada hubungan, dan berorientasi pada waktu penyelesaian tugas. Perbedaan ini dapat menimbulkan konflik karena perbedaan pola pikir, perbedaan perilaku, dan perbedaan pendapat.


5.        Ambiguitas yurisdiksi
Pembagian tugas yang tidak definitif akan menimbulkan ketidakjelasan cakupan tugas dan wewenang unit kerja dalam organisasi. Dalam waktu yang bersamaan, ada kecenderungan pada unit kerja untuk menambah dan memperluas tugas dan wewenangnya. Keadaan ini sering menimbulkan konflik antar unit kerja atau antar pejabatnya. Konflik jenis ini sering terjadi pada organisasi yang baru terbentuk, dimana struktur organisasi dan pembagian tugas belum jelas.
6.        Sistem imbalan yang tidak layak
Konflik antar karyawan dan manajemen sering terjadi ketika perusahaan menggunakan sistem imbalan yang dianggap tidak layak oleh karyawan. Hal ini dapat memicu konflik berupa pemogokan yang dapat merugikan karyawan, merugikan perusahaan, merugikan konsumen, serta merugikan pemerintah.
7.        Komunikasi yang tidak baik
Faktor komunikasi yang menyebabkan konflik misalnya distorsi, informasi yang tidak tersedia dengan bebas, pengunaan bahasa yang menyingggung, dan penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak yang berkomunikasi.
8.        Perlakuan yang tidak manusiawi atau melanggar hukum
Dengan berkembangnya masyarakat madani dan adanya undang-undang hak asasi manusia, pemahaman dan sensitivitas anggota masyarakat terhadap hak asasi manusia dan penegakan hukum semakin meningkat. Perlakuan yang tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia di masyarakat dan organisasi menimbulkan perlawanan dari pihak yang mendapat perlakuan tidak manusiawi.
9.        Beragam karakteristik sistem sosial
Beragamnya suku, agama, dan ideologi dalam masyarakat, sering diikuti dengan pola hidup yang eksklusif satu sama lain.


10.    Kepribadian yang beragam
Seseorang ada kalanya memiliki kepribadian yang mudah menimbulkan konflik, seperti selalu curiga, berpikiran negatif, sombong, egois, dan emosional. Sifat seperti ini mudah menyulut konflik ketika berinterakssi dengan orang lain. Selain itu, perbedaan persepsi masing-masing orang ataupun kesalahan persepsi sering kali memicu konflik.
11.    Kebutuhan
Orang mempunyai kebutuhan yang berbeda satu sama lain atau mempunyai kebutuhan yang sama akan sesuatu yang terbatas jumlahnya. Kebutuhan merupakan pendorong perilaku manusia, jika kebutuhan seseorang diabaikan atau terhambat, maka akan memicu konflik.
12.    Perasaan dan emosi
Satu orang dengan lainnya tentu memiliki perasaan dan emosi yang berbeda. Sebagiaan orang yang terlalu mengikuti perasaan dan emosinya menjadi tidak rasional saat berinteraksi dengan orang lain. Perasaan dan emosi tersebut bisa menimbulkan konflik dan menentukan perilakunya saat terlibat konflik.
13.    Budaya konflik dan kekerasan
Bangsa Indonesia semenjak kemerdekaannya hingga memasuki abad ke-21 mengalami konflik politik, ekonomi, dan sosial secara terus menerus. Perubahan pola pikir, dari pola kebersamaan menjadi individual, primordialisme, memudarnya nasionalisme, kehidupan politik dan ekonomi liberal, terkikisnya nilai tradisi, polotisasi agama, dan krisis kepemimpinan dari pusat hingga daerah juga berkontribusi mengembangkan budaya konflik di Indonesia.
Secara garis besar, penyebab konflik adalah keterbatasan sumber, tujuan yang berbeda, saling tergantung atau interdependensi tugas, diferensiasi organisasi, ambiguitas yurisdiksi, sistem imbalan yang tidak layak, komunikasi yang tidak baik, perlakuan yang tidak manusiawi atau melanggar hukum, beragam karakteristik sitem sosial, kepribadian yang beragam, kebutuhan, perasaan dan emosi, budaya konflik dan kekerasan.
D.  Jenis-jenis Konflik
Terdapat banyak jenis konflik yang dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria. Sebagai contoh, konflik dapat dikelompokkan berdasarkan altar terjadinya konflik, pihak yang terlibat dalam konflik dan substansi konflik.
1.    Menurut Jumlah Subjeknya
a.    Konflik Personal dan Konflik Interpersonal
Konflik personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seorang individu karena harus memilih dari sejumlah alternatif pilihan yang ada atau karena mempunyai kepribadian ganda. Konflik ini antara lain:[8]
1)   Konflik pendekatan ke pendekatan (approach to approach conflict). Konflik ini terjadi karena harus memilih dua alternatif yang berbeda, tetapi sama-sama menarik atau sama baik kualitasnya. Sebagai contoh, seorang lulusan SMA yang akan melanjutkan sekolah yang harus memilih dua universitas negeri yang sama kualitasnya.
2)   Konflik menghindar ke menghindar (avoidance to avoidance conflict). Konflik yang terjadi karena harus memilih alternatif yang sama-sama harus dihindari. Sebagai contoh, seseorang harus memilih apakah harus menjual mobil untuk melanjutkan sekolah atau tidak menjual mobil, tetapi tidak bisa melanjutkan sekolah.
3)   Konflik pendekatan ke menghindar (approach to avoidance conflict). Konflik yang terjadi karena seseorang mempunyai perasaan positif dan negatif terhadap sesuatu yang sama. Sebagai contoh, Amin mengambil telepon untuk menanyakan cintanya kepada Aminah. Akan tetapi, ia takut cintanya ditolak. Oleh karena itu, ia tutup kembali teleponnya.
Konflik personal juga bisa terjadi pada diri seseorang yang mempunyai kepribadian ganda. Ia adalah seseorang yang munafik dan melakukan sesuatu yang berbeda antara perkataan dan perbuatan. sebagai contoh, seorang pemimpin yang mengampanyekan demokrasi dalam semua bidang kehidupan dan mendirikan organisasi forum demokrasi. Namun, dalam memimpin partai yayng dipimpinnya, ia bertindak dengan cara otokratis, tidak dengan cara demokratis yang telah ia ajarkan.
Konflik Interpersonal adalah konflik yang terjadi pada sebuah organisasi atau di tempat kerja. Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat konflik dan saling tergantung dalam melaksanakan pekerjaan untuk tujuan organisasi.[9]
b.    Konflik Interes (Conflict of Interest)
Konflik kepentingan atau konflik interes berkaitan dengan konflik dalam diri seorang individu dalam suatu altar sistem sosial (organisai atau perusahaan) yang membawa implikasi bagi individu dan sistem sosialnya. Konflik interes adalah suatu situasi konflik di mana seorang individu mempunyai interes personal lebih besar daripada interes organisasinya, sehingga mempengaruhi pelaksanaan kewajibannya sebagai pejabat sistem sosial dalam melaksanakan kepentingan (tujuan) sistem sosial.
Konflik interes secara moral merusak kepercayaan yang diberikan organisasi dan para anggotanya kepada pejabat yang melakukan konflik interes. Kepercayaan merupakan modal hubungan sosial dalam organisasi yang sering disebut sebagai modal sosial (social capital). Jika para anggota organisai saling mempercayai (dipercaya dan mempercayai), hal ini sangat bermanfaat bagi hubungan di antara mereka. Organisasi tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memonitor, mengaudit, mengontrol dan memaksakan peraturan dalam setiap transaksi.[10]
2.    Menurut Metode Penyelesaiannya
a.    Konflik Realistis
Konflik realistis adalah konflik yang terjadi karena perbedaan dan ketidaksepahaman cara pencapaian tujuan atau mengenai tujuan yang akan dicapai. Dalam konflik jenis ini, interaksi konflik memfokuskan pada isu ketidaksepahaman mengenai substansi atau objek konflik yang harus diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik. Di sini, metode manajemen konflik yang digunakan adalah dialog, persuasi, musyawarah, voting dan negosiasi. Kekuasaan dan agresi sedikit sekali digunakan.[11]
b.    Konflik Nonrealistis
Konflik nonrealistis adalah konflik yang terjadi tidak berhubungan dengan isu substansi penyebab konflik. Konflik ini dipicu oleh kebencian atau prasangka terhadap lawan konflik yang mendorong melakukan agresi untuk mengalahkan atau menghancurkan lawan konfliknya. Penyelesaian perbedaan pendapat mengenai isu penyebab konflik tidak penting. Hal yang penting adalah bagaimana mengalahkan lawannya. Oleh karena itu, metode manajemen konflik yang digunakan adalah agresi, menggunakan kekuasaan, kekuatan dan paksaan.[12]
3.    Menurut Sifatnya
a.    Konflik Destruktif
Dalam konflik destruktif, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tidak fleksibel atau kaku karena tujuan konflik didefinisikan secara sempit yaitu untuk mengalahkan satu sama lain. Interaksi konflik berlarut-larut, siklus konflik tidak terkontrol karena menghindari isu konflik yang sesungguhnya. Pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan teknik manajemen konflik kompetisi, ancaman, konfrontasi, kekuatan, agresi dan sedikit sekali menggunakan negosiasi. Konflik jenis ini merusak kehidupan dan menurunkan kesehatan organisasi. Konflik destruktif sulit diselesaikan karena pihak-pihak yang terlibat konflik berupaya saling menyelamatkan muka mereka.[13]
b.    Konflik Konstruktif
Konflik konstruktif adalah konflik yang prosesnya mengarah kepada mencari solusi mengenai substansi konflik. Konflik jenis ini membangun sesuatu yang baru atau mempererat hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik, ataupun mereka memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik secara fleksibel menggunakan berbagai teknik manajemen konflik, seperti negosiasi, give and take, humor bahkan voting untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Dalam konflik konstruktif terjadi siklus di mana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik sadar akan terjadinya konflik dan merespon konflik secara positif untuk menyelesaikan konflik secara give and take. Kedua belah pihak berupaya berkompromi atau berkolaborasi sehingga tercipta win & win solution yang memuaskan kedua belah pihak yang terlibat konflik.[14]
4.    Konflik Menurut Bidang Kehidupan
Menurut bidang kehidupannya, konflik dibagi menjadi:[15]
a.    Konflik Ekonomi                 
b.    Konflik Bisnis
c.    Konflik Politik                     
d.   Konflik Agama
e.    Konflik Sosial                      
f.     Konflik Budaya
g.    Konflik dalam Organisasi Profesi








BAB  III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Konflik secara sederhana dapat diartikan sebagai pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain. Beberapa teori konflik adalah teori pertentangan, teori perilaku, teori hubungan, teori situasi, teori dialetika, teori sistem dunia, teori the power elit, dan teori ideologi.
2.      Aliran-aliran konflik antara lain pandangan tradisional (the traditional view) pandangan hubungan manusia (the human relation view) dan pandangan interaksionis (the interactionist view)
3.    Faktor-faktor penyebab konflik antara lain: keterbatasan sumber, tujuan yang berbeda, saling tergantung atau interdependensi tugas, diferensiasi organisasi, ambiguitas yurisdiksi, sistem imbalan yang tidak layak, komunikasi yang tidak baik, perlakuan yang tidak manusiawi atau melanggar hukum, beragam karakteristik sitem sosial, kepribadian yang beragam, kebutuhan, perasaan dan emosi, budaya konflik dan kekerasan.
4.    Jenis konflik antara lain konflik personal, konflik intrpersonal, konflik interes, konflik realistis, konflik nonrealistis, konflik destruktif, konflik konstruktif dan konflik menurut bidang kehidupan.

B.  Saran
Konflik merupakan peristiwa yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan baik dalam kehidupan masyarakat, kehidupan organisasi, maupun konflik dalam dirinya sendiri. Manajemen konflik sedikit banyak harus dikuasai oleh setiap orang karena pada dasarnya setiap orang diciptakan sebagai seorang pemimpin. Dalam makalah ini telah dipaparkan gambaran konflik mulai dari teori, faktor, hingga jenis-jenis konflik. Penulis berharap makalah ini dapat berfanfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Namun demikian, hal-hal yang masih perlu diperdalam lagi oleh penulis berikutnya adalah faktor penyebab konflik terutama dalam organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Rusdiana. Manajemen Konflik.  Bandung: Pustaka Setia, 2015.
Poerwadarminta W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1976.
Saefullah. Manajemen Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik. Jakarta: Salemba Humanika, 2013.






[1] Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 345.
[2] Poerwadarminta W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 519.
[3] Rusdiana, Manajemen Konflik  (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 162.
[4] Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 293-295.
[5] Rusdiana, Manajemen Konflik, 97-101.
[6] Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, 295-296.
[7] Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik (Jakarta: Salemba Humanika, 2013), 7-14.
[8] Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik,55.
[9] Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik, 55.
[10] Ibid., 57.
[11] Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik, 59.
[12] Ibid., 59.
[13] Ibid., 62.
[14] Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik,59.
[15] Ibid., 62-104.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar