MEDIASI DALAM MANAJEMEN KONFLIK
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Manajemen
Konflik
Dosen Pengampu
:
Idam
Mustofa, M.Pd.
\
Disusun Oleh:
1.
Binti Qurotul A’yun
2.
Mir’atus Sholihah
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM DARUSSALAM
JURUSAN
TARBIYAH
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
KREMPYANG
TANJUNGANOM NGANJUK
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT. Yang senantiasa memberikan petunjuk, bimbingan dan
inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Mediasi dalam Manajemen Konflik”.
Sholawat serta
salam keharibaan Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umatnya untuk mengajar,
belajar dan mendengar serta menekankan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban
bagi setiap muslim.
Dengan
terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Idam Mustofa, M.P.d , selaku
dosen pengampu.
2.
Orang tua kami yang senantiasa memberi do’a serta dukungan kepada
kami.
3.
Pihak-pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Nganjuk, 20 Februari
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 2
A.
Pengertian, Tujuan, Jenis, dan Persyaratan Mediator.............. 2
B.
Proses Mediasi......................................................................... 9
C.
Aplikasi Mediasi..................................................................... 12
BAB III PENUTUP............................................................................... 14
A. Kesimpulan.............................................................................. 14
B. Saran........................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 15
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari konflik
adalah sesuatu yang nyata dan selalu kita jumpai. Sepanjang seseorang masih
hidup hampir mustahil untuk menghilangkan konflik di muka bumi ini. Konflik
antar perorangan dan antar kelompok merupakan bagian dari sejarah umat manusia.
Sebuah konflik sering berawal dari persoalan kecil dan sederhana. Perbedaan
sifat dan pendapat termasuk ketidakinginan untuk menerima orang lain, dapat
menyebabkan konflik antar perorangan dan sebagainya.[1]
Salah satu jenis resolusi konflik
alternatif yang telah lama dipakai untuk menyelesaiakan berbagai jenis konflik
yakni melalui mediasi.[2] Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam
penyelesaian suatu perselisihan, yang kedududukannya hanya sebagai penasihat
yang bertujuan untuk membawa konflik pada suatu kesepakatan yang dapat diterima
oleh kedua belah pihak.
Berikut
ini akan dijelaskan secara rinci tentang salah satu resolusi konflik alternatif
yakni melalui mediasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian, tujuan, jenis, dan persyaratan mediator?
2.
Bagaimana proses mediasi?
3.
Bagaimana aplikasi mediasi?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk mengetahui pengertian, tujuan, jenis, dan persyaratan
mediator.
2.
Untuk mengetahui proses mediasi.
3.
Untuk mengetahui aplikasi mediasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian, Tujuan, Jenis, dan Persyaratan Mediator
1.
Pengertian Mediasi
Menurut Wirawan
mediasi adalah suatu proses yang memerlukan upaya dari pihak yang terlihat
konflik dan mediator. Mediasi juga memerlukan sumber-sumber berupa keinginan
pihak yang terlibat konflik untuk menyelesaikan konflik dengan bantuan mediator
setelah tidak mampu menyelesaikan sendiri konflik mereka.[3]
Sedangkan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mediasi adalah proses
pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan, yang
kedududukannya hanya sebagai penasihat, dia tidak berwewenag untuk memberi
keputusan untuk menyelesaikan perselisihan. Mediasi
merupakan suatu bentuk intervensi pihak ketiga dalam konflik. Namun berbeda
dari bentuk intervensi pihak ketiga dengan penggunaan langsung alat pemaksa dan
tidak bertujuan untuk menolong salah satu partisipan untuk menang. Melainkan
bertujuan untuk membawa konflik pada suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh
kedua belah pihak dan konsisten dengan kepentingan pihak ketiga tersebut.[4]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mediasi adalah
proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan, yang
kedududukannya hanya sebagai penasihat yang bertujuan untuk
membawa konflik pada suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah
pihak.
2.
Tujuan Mediasi
Berikut adalah tujuan-tujuan dari proses resolusi konflik mediasi
yang digunakan oleh pihak yang terlibat konflik menurut Wirawan,
antara lain:[5]
a.
Menciptakan win & win solution
Para pihak yang
terlibat konflik menggunakan mediasi karena tidak mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan konfliknya sendiri. Mungkin, karena mereka sudah mengalami
frustasi akibat kehabisan sumber daya yang dimilikinya atau mereka merasa
konflik sudah merugikan mereka dan jika diteruskan akan lebih merugikan lagi.
Para pihak yang terlibat konflik akan berpartisipasi secara sukarela untuk
memenuhi kebutuhan mereka demi mencapai solusi konflik, tidak dipaksa oleh
hukum, atau sesuatu di luar mereka. Dengan demikian, keputusan mediasi
merupakan keputusan mereka sendiri sehingga lebih besar kemungkinan terciptanya
suatu keputusan kompromi dan kolaborasi.
b.
Memfokuskan diri lebih ke masa depan daripada ke masa lalu
Dengan
berpartisipasi dalam mediasi, para pihak yang terlibat konflik memberikan
konstribusi pada kesepakatan serta memperbaiki kerusakan dan menjalin hubungan
baru. Mereka berorientasi masa depan, berupaya mengubah situasi, dan posisi
konfliknya dengan proses give and take serta tidak mempertahankan posisinya.
c.
Kontrol
Para pihak yang terlibat konflik merasa mereka mempunyai kesempatan
lebih banyak untuk mengontrol hubungan mereka sendiri dan mengambil keputusan
sendiri. Mediator tidak mengambil keputusan, tetapi sekedar membantu mereka
untuk menemukan alternatif-alternatif mengenai solusi konflik. Kemudian, mereka
sendiri yang memilih salah satu alternatif yang menguntungkan bagi mereka.
d.
Biaya
Umumnya, honor
untuk mediator lebih murah daripada biaya pengadilan. Pihak yang terlibat
konflik harus membayar honor untuk penasehat hukum dan biaya pengadilan jika
pengadilan dipilih untuk menyelesaikan konflik.
e.
Resolusi lebih cepat
Proses mediasi
dapat diselesaikan dalam beberapa hari atau beberapa minggu, bukan beberapa
bulan atau beberapa tahun seperti yang terjadi dalam proses pengadilan.
f.
Lebih banyak pilihan tersedia
Dalam proses
mediasi, pilihan yang lebih banyak serta solusi yang lebih kreatif dan remedial
bisa dikembangkan jika dibandingkan dengan pengadilan dan arbitrase.
g.
Fleksibel
proses mediasi disusun oleh mediator
dan para pihak yang terlibat konflik, serta tidak berdasarkan hukum acara yang
diatur oleh undang-undang atau proses arbitrase yang kaku.
h.
Mencari kesepakatan yang memuaskan bersama
Mediator tidak
memaksakan pendapatnya sendiri mengenai hal yang dirasakannya atau alternatif
yang ia anggap terbaik. Mediasi tidak berhubungan dengan menentukan kesalahan
atau ketidak salahan, hukuman balas jasa dari pihak-pihak yang terlibat
konflik.
i.
Perilaku mediator
Sebagai suatu
profesi, perilaku mediator dalam proses mediasi harus dilakukan secara
professional yang mengacu pada kode etik asosiasi mediator. Perilaku-perilaku
tersebut antara lain:
1)
Impersial.
2)
Menentukan ketentuan dan melaksanakan dasar berkomunikasi.
3)
Mengembangkan iklim negoisasi yang mengutamakan kejujuran.
4)
Mengumpulkan informasi yang diperlukan dari berbagai sumber,
misalnya dari pengacara, lembaga penegak hukum dan sebagainya.
5)
Secara aktif, mediator menghadiri pertemuan pihak-pihak yang
terlibat konflik dan mendengarkan sepenuhnya hal yang mereka katakan dan mendorong
mereka mengemukakan pendapatnya secara adil.
6)
Tidak membiarkan salah satu pihak mendominasi diskusi dan
memastikan diskusi berlangsung secara manusiawi dan adil.
7)
Memprioritaskan kebutuhan dan esensial.
8)
Membantu semua pihak memahami posisi kedua belah pihak dan
menciptakan negoisasi.
9)
Merumuskan kesepakatan negoisasi secara tertulis dan menjelaskan
kepada pihak-pihak yang terlibat konflik dan meminta mereka untuk
menandatangani kesepakatan.
Menurut American
Arbitration Association yang dikutip
oleh Wirawan dalam melaksanakan tugasnya, mediator melaksanakan sejumlah peran,
diantaranya:[6]
a. The opener of
communication channels.
Inisiatif berkomunikasi atau memfasilitasi komunikasi
lebih baik jika pihak-pihak yang terlibat konflik siap membahas masalah konflik
yang mereka hadapi.
b. The
legitimizer. Membantu
pihak-pihak yang terlibat konflik memahami hak-hak pihak lain yang akan
bernegoisasi.
c. The process
facilitator. Menyediakan
prosedur dan sering pimpinan formal dalam sesi negoisasi.
d. The trainer. Mendidik negoisator baru yang tidak mempunyai keterampilan dan
tidak siap dalam proses tawar-menawar.
e. The resource
expander. Menawarkan
bantuan prosedural kepada pihak-pihak yang bersengketa.
f. The problem
explorer. Membantu pihak
yang terlibat konflik untuk mempelajari permasalahan dari berbagai sudut
pandang, membantu dalam mendefinisikan isu dan interes dasar, serta melihat
opsi-opsi yang memuaskan mereka.
g. The agent of
reality. Membantu membangun
kesepakatan yang beralasan dan bisa diterapkan, serta mempertanyakan dan
menentang pihak yang mempunyai tujuan yang ekstrem dan
tidak realistis.
h. The scapegoat. Mengambil sejumlah tanggung jawab atau disalahkan mengenai
keputusan yang tidak popular, di mana pihak-pihak yang bersengketa mau
menerimanya.
i.
The leader.
Mengambil inisiatif untuk menggerakkan negoisasi ke muka menurut prosedur atau
nasehat.
Jadi tujuan mediasi diantaranya adalah menciptakan win & win
solution, memfokuskan diri lebih ke masa depan daripada ke masa lalu,
control, biaya, resolusi lebih cepat, lebih banyak pilihan tersedia, fleksibel,
mencari kesepakatan yang memuaskan bersama, dan perilaku mediator.
3.
Jenis Mediasi
Mediasi merupakan resolusi konflik alternatif yang telah lama dipakai
secara luas dan tersebar di berbagai jenis masyarakat. Christopher W.Moor sebagaimana dikutip Wirawan mengelompokkan mediator menjadi lima jenis, diantaranya:[7]
1.
Mediator jaringan sosial
Individu yang diminta menjadi mediator
karena memiliki hubungan dengan para pihak yang terlibat knflik. Ia merupakan
bagian dari suatu jaringan sosial, seperti seorang teman, tetangga, rekan
kerja, tokoh agama dan tokoh masyarakat yang dikenal oleh pihak yang
bersengketa.
2.
Mediator otoritatif
Orang yang dipilih menjadi mediator
karena mempunyai hubungan otoritas dengan pra pihak yang terlibat konflik.
Mediator jenis ini tetap tidak mengambil keputusan, ia hanya membantu
mengembangkan alternatif dan pemilihan alternatif terbaik. Mediator otoritatif
dibedakan menjadi tiga jenis, diantaranya:
a.
Mediator bajik (benevolen
mediator)
Yang menjadi perhatian mediator
adalah prosedur pemilihan solusi harus adil, efisien, ekonomis, meminimalkan
konflik, serta menjaga dan menghormati posisi membantu mereka untuk menemukan
solusi atas konflik yang dihadapi.
b.
Mediator administratif/managerial
Mediator jenis ini mempunyai
otoritas dan pengaruh terhadap pihak yang terlibat konflik karena menduduki
posisi manajerial atau atasan dalam organisasi.
c.
Mediator kepentingan tetap (vested interest mediator)
Mediator jenis ini mempunyai
interes, baik prosedur maupun substansi solusi konflik dan mempertahankan
interes “intermediari”
3.
Mediator independen
Mediator independen merupakan
mediator profesional yang melakukan intervensi secara netral dan imparsial
kepada pihak-pihak yang terlibat konflik. Jenis ini umumnya terdapat dalam
budaya yang telah mengembangkan tradisi bantuan untuk menyelesaikan konflik
dengan bantuan profesional.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa mediasi dikelompokkan menjadi lima jenis, diantaranya adalah
mediator jaringan social, mediator otoritatif, mediator bajik, mediator
administratif, mediator kepentingan tetap dan mediator independen.
4.
Persyaratan Mediator
Menurut Wirawan, seorang mediator memerlukan beberapa karakteristik
agar mampu memimpin proses mediasi, diantaranya:[8]
1.
Mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam bidang yang
dipersengketakan.
2.
Mempunyai jiwa kepemimpinan sehingga mampu mempengaruhi pihak yang
terlibat konflik.
3.
Menguasai teknik berkomunikasi.
4.
Mempunyai rasa humor yang sehat.
5.
Memiliki kemampuan untuk mendengarkan hal yang dikemukakan oleh
pihak yang terlibat konflik, mengendalikan emosi, dan menarik kesimpulan dari
suatu situasi atau permasalahan.
6.
Mempunyai kemampuan imparsial atau tidak memihak.
7.
Mempunyai empati dan terharu terhadap sesuatu yang terjadi.
8.
Sabar dan baik hati.
9.
Disiplin waktu dan menghargai waktu, serta komitmen terhadap orang
lain.
10.
Bisa menyimpan rahasia.
11.
Kreatif, inovatif, dan fleksibel.
12.
Mencintai perdamaian.
13.
Tenang dan bisa bergaul dengan siapa saja.
Konsep Wirawan di atas dapat dipertegas bahwa syarat mediator
yaitu: mempunyai pengetahuan dan pengalaman, mempunyai jiwa kepemimpinan,
menguasai teknik berkomunikasi, kreatif, inovatif, sabar, baik hati dan sebagainya.
B.
Proses Mediasi
Mediasi sering kali memerlukan proses yang panjang dan kesabaran,
terutam jika konflik sudah berkembang dan pihak-pihak yang terlibat konflik
saling mencurigai. Berikut beberapa proses mediasi menurut Wirawan,
diantaranya:[9]
1.
Mengidentifikasi kebutuhan intervensi
Mediator perlu memastikan bahwa
kedua belah pihak mempunyai kebutuhan intervensi yang sama besarnya. Jika
kebutuhan akan intervensi keduanya tidak sama, mediator akan mengalami
kesulitan dalam melakukan tugasnya.
2.
Pemetaan konflik
Jika pihak-pihak yang terlibat
konflik telah sepakat untuk menyelesaikan konfliknya dengan bantuan mediator,
langkah selanjutnya adalah mengumpulkan informasi mengenai konflik yang akan
diintervensi. Informasi tersebut meliputi:
a.
Identifikasi pihak-pihak yang terlibat konflik
1)
Pihak-pihak primer.
Pihak-pihak utama yang terlibat dan berinteraksi secara langsung dalam konflik
diantaranya berupa orang, kelompok orang dalam suatu organisasi, atau unit
organisasi.
2)
Pihak sekunder.
Pihak-pihak yang terlibat secara tidak langsung dalam konflik. Pihak ini adalah
pihak yang berkepentingan mengenai konflik dan solusi konflik.
3)
Pihak ketiga yang tertarik dengan konflik.
b.
Analisis penyebab konflik
Isu penyebab konflik dapat
dikelompokkan menjadi:
1)
Isu mengenai siapa yang berhak mendapat apa. Isu ini berkaitan dengan sumber yang terbatas (sumber ekonomi,
kekuasaan, jabatan, hak-hak istimewa, penghormatan).
2)
isu mengenai bagaimana seharusnya. Isu mengenai apa yang harus dilakukan (rencana).
3)
isu berasarkan fakta. Isu
ini berhubungan dengan tujuan dan kebijakan keputusan (harus ke mana), apa,
berapa, dan sebagainya.
4)
Isu berdasarkan norma.
Isu yang berhubungan dengan agama, norma sosial,
norma hukum, dan sebagainya.
3.
Menyusun desain intervensi
Desain intervensi adalah rencana intervensi yang
berisi butir-butir antara lain sebagai berikut:
a.
Tujuan, sasaran, dan target intervensi.
b.
Teknik-teknik mendekatkan kedua belah pihak yang terlibat konflik,
antara lain: dengar pendapat, pelatihan, konsultasi, penelitian, dan
sebagainya.
c.
Agenda mediasi.
d.
Jadwal dan lokasi pertemuan mediasi.
4.
Melakukan dengar pendapat
Mediator memanggil pihak-pihak yang
terlibat konflik. Pihak yang terlibat konflik mengemukakan posisinya dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh mediator. Mediator juga
mendengar saksi-saksi yang mempelajari dokumen-dokumen yang berkaian dengan
konflik.
5.
Mengembangkan iklim konflik yang kondusif
Iklim konflik yang kondusif adalah
iklim di mana kedua belah pihak mempunyai keinginan:
a.
Saling percaya
b.
Saling mendengarkan
c.
Untuk menyelesaikan konflik
d.
Saling membutuhkan
e.
Kejujuran dan ketulusan
f.
Rasa humor
g.
Rasa give and take
6.
Transformasi elemen konflik
Elemen konflik adalah semua faktor
dari konflik yang meliputi: penyebab konflik, strategi konflik, gaya manajemen
konflik, taktik konflik, kekuasaan yang digunakan oleh pihak-pihak yang
terlibat konflik, dan sebagainya.
7.
Merumuskan alternatif keputusan bersama
Mediator mengemukakan alternatif
kompromi atau kolaborasi yang mungkin mereka pilih, disertai konsekuensinya.
8.
Memilih satu alternatif yang disepakati bersama
Pihak-pihak yang terlibat konflik
sepakat untuk memilih salah satu alternatif yang dianjurkan oleh mediator dan
menandatangani keputusan bersama. Setelah kedua belah pihak memilih alternatif
yang sama, kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah
pihak agar tidak menimbulkan masalah ketika dilaksanakan.
9.
Melaksanakan kesepakatan
Mediator membantu kedua belah pihak
yang terlibat konflik dalam melaksanakan kesepakatan bersama dan mengevaluasi
hasil pelaksanaan kesepakatan. Jika usaha penyelesaian sengketa alternatif
melalui mediasi tidak berhasil, para pihak yang bersengketa bisa mengajukan
persengketaannya pada lembaga arbitrase atau pengadilan negeri.
Dapat disimpulkan bahwa proses mediasi menurut Wirawan terdiri
dari: mengidentifikasi kebutuhan intervensi, pemetaan konflik, menyusun desain
intervensi, melakukan dengar pendapat, Mengembangkan iklim konflik yang
kondusif, transformasi elemen konflik, merumuskan alternatif keputusan bersama,
memilih satu alternatif yang disepakati bersama, melaksanakan kesepakatan.
C.
Aplikasi Mediasi
Menurut Wirawan, mediasi bisa
digunakan untuk menyelesaikan berbagai konflik yang dibawa ke pengadilan selain
itu mediasi juga bisa dilakukan untuk menyelesaikan berbagai konflik yang tidak
dibawa ke pengadilan. Contoh konflik
sosial di Poso. Konflik Poso melibatkan Kelompok Masyarakat Kristen dan
Kelompok Masyarakat Islam dengan mediator Pemerintah RI.[10]
Contoh lain adalah persahabatan
antara tiga gadis yang bernama Ana, Ani dan Laila. Mereka adalah sahabat yang
sangat setia, mereka berteman sejak kecil sampai sekarang. Suatu hari Ana, Ani
dan Laila berkunjung ke perpustakaan untuk meminjam buku, tiba-tiba Ana dan Ani
bertengkar karena memperebutkan buku yang sama di perpustakaan, mereka
bertengkar hingga akhirnya datanglah Laila yang saat itu sedang memilih buku
untuk dipinjam. Di situ Laila sebagai mediator, karena dia menasihati kedua
temannya yang saling bertengkar karena memperebutkan buku dan mempersatukannya lagi.
Jadi mediasi bisa digunakan untuk
menyelesaikan berbagai konflik baik yang dibawa ke pengadilan maupun tidak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam
penyelesaian suatu perselisihan, yang kedududukannya hanya sebagai penasihat
yang bertujuan untuk membawa konflik pada suatu
kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Tujuan mediasi, diantaranya: menciptakan win & win solution,
memfokuskan diri lebih ke masa depan daripada ke masa lalu, dan sebagainya. Mediator
terdiri dari lima jenis, diantaranya: mediator jaringan sosial, mediator
otoritatif (mediator bajik, mediator administratif, mediator kepentingan
tetap), dan mediator independen. Persyaratan mediator diantaranya: mempunyai
pengetahuan dan pengalaman, mempunyai jiwa kepemimpinan, menguasai teknik
berkomunikasi, kreatif, inovatif, sabar, baik hati dan sebagainya.
2.
Proses mediasi terdiri dari: mengidentifikasi kebutuhan intervensi,
pemetaan konflik, menyusun desain intervensi, dan sebagainya.
3.
Mediasi bisa digunakan untuk menyelesaikan berbagai konflik baik
yang dibawa ke pengadilan maupun tidak.
B.
Saran
Konflik
merupakan peristiwa yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan baik dalam
kehidupan masyarakat, kehidupan organisasi, maupun konflik dalam dirinya
sendiri. Dengan mediasi kita dapat menyelesaikan konflik serta dapat
memanfaatkan konflik sehingga konflik dapat membawa perubahan dan kemajuan bagi
kita. Untuk lebih sempurnanya pembahasan tentang resolusi konflik maka
selanjutnya akan dibahas mengenai arbitrase yang juga membahas tentang
pemecahan masalah dalam suatu konflik.
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnalohjurnal.blogspot.co.id/2011/06/mediasi.html
Syukur, Fatah, Manajemen Pendidikan. Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2011.
Wirawan, Konflik
dan Manajemen Konflik. Jakarta: Salemba Humanika, 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar